Saturday, May 3, 2014

Fientje de Feniks, Pelacur Yang Dibunuh

Nama seorang wanita pelacur Indo yang menjadi korban pembunuhan tuan besar Belanda bernama Gemser Brinkman. Peristiwa pembunuhan tersebut sangat menghebohkan Batavia di awal abad ke-20, karena Brinkman adalah seorang tuan besar Belanda. Peristiwa itu terjadi pada hari Jum'at 17 Mei 1912, dengan ditemukannya mayat seorang wanita Indo masih muda, terapung, tersangkut pintu air, terbungkus dalam karung di Kali Baru Batavia. Wanita itu seorang pelacur, menghuni rumah pelacuran milik Umar, seorang germo.  

Masyarakat makin heboh saat mengetahui siapa yang tewas. Namanya Fientje de Feniks, seorang pelacur yang kerap dikunjungi para pembesar dan orang kaya. Untuk ukuran saat itu, Fientje jadi idola. Wajahnya campuran Indonesia dan Eropa. Matanya besar dengan hidung mancung dan bibir sensual. Rambutnya panjang, hitam dan berombak. Saat tewas usianya belum lagi 20 tahun.Berdasarkan hasil pemeriksaan Komisaris Reumpol beserta stafnya diketahui bahwa Fientje menjadi langganan Meneer Brinkman.

Tuan besar itu cukup terkenal di kalangan sositet Belanda dan merupakan anggota Societeit Concordia. Berdasarkan kesaksian dari Raonah (pelacur pribumi teman Fientje) yang mengetahui kejadian pembunuhan itu, akhirnya Brinkman dijebloskan ke penjara dengan tuntutan hukuman mati. Namun karena tidak bisa mengendalikan diri, akhirnya ia bunuh diri dalam penjara. Kejadian tersebut semakin menghebohkan Batavia, tetapi bagi Pak Silun dan dua anak buahnya sangat mengejutkan. Mereka bertiga adalah algojo-algojo suruhan Tuan Brinkman agar membunuh Fientje, namun belum dibayar sepenuhnya dan baru persekotnya saja.

Fientje tinggal di rumah pelacuran milik Umar. Demikian ditulis dalam Ensiklopedi Jakarta yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2005.

Tewasnya Fientje menjadi fokus pemberitaan koran-koran saat itu. Masyarakat penasaran dengan setiap perkembangan terbaru kasus Fientje.

Komandan Polisi Batavia, Komisaris Reumpol yang menangani kasus ini.  memeriksa setiap saksi dengan teliti. Akhirnya dia menemukan titik terang ketika seorang pelacur teman Fientje bersaksi. Pelacur itu bernama Raonah, dia melihat langsung seorang pria bernama Gemser Brinkman mencekik Fientje dari sela-sela bilik bambu.

Wartawan Senior Rosihan Anwar menulis soal sidang Brinkman ini. Raonah sempat dituding berbohong dan memberikan keterangan palsu oleh pengacara Brinkman. Pengadilan bahkan sempat mengirim tim untuk mengecek tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan di lokalisasi milik Umar.

Raonah bersikeras pada pendapatnya. Dengan yakin dia berkata pada ketua majelis hakim.

"Tuan, saya seorang perempuan, jadi saya penakut. Tapi saya katakan sekali lagi, laki-laki itu yang melakukan pembunuhan," ujar Raonah.

Pengadilan akhirnya mengganjar Brinkman dengan hukuman mati. Awalnya Brinkman yakin eksekusi tidak akan jadi dilakukan. Dia berfikir tidak mungkin seorang kulit putih terhormat seperti dirinya dihukum mati hanya karena membunuh pelacur indo. Dia juga percaya pengaruh teman-temannya di Societeit Concordia akan membantu memperingan hukumannya.

Tapi Brinkman salah, pengadilan tetap berniat mengeksekusinya. Dia pun stres, dan berteriak-teriak terus dalam selnya. Akhirnya Brinkman bunuh diri dalam sel.

Ada beberapa versi soal pembunuhan ini. Ada yang mengatakan Brinkman sebenarnya tidak membunuh Fientje saat itu juga. Tetapi dia menyuruh algojo bernama Silun bersama dua anak buahnya. Silun yang akhirnya mencekik Fientje hingga tewas. Sial bagi Silun, Brinkman belum membayarnya lunas. Dia baru dibayar persekot atau uang mukanya saja. Brinkman keburu tewas saat Silun ditangkap.

Mengenai motif pun berbeda-beda. Sebagian pihak meyakini Brinkman membunuh Fientje karena cemburu. Dia sebenarnya sudah ingin menjadikan Fientje sebagai gundik, namun ternyata Fientje masih juga melayani laki-laki lain.

Kisah soal Fientje ini juga ditulis dalam Novel karangan Pramoedya Ananta Toer. Di buku 'Rumah kaca', Pram juga memasukan kisah soal pembunuhan ini. Namun Pram mengganti nama Fientje de Feniks menjadi Rientje de Roo.

No comments:

Post a Comment