Seorang
lelaki betampang menyeramkan bersandar di dinding, lengannya yang bsar dan
bertato tersila di depan dadanya yang bidang, menunggu. Hanya menyunggu.
Sementara itu, sebentuk bola gemuk berbulu, yang ekornya berkibas begitu keras sehinggua
seluruh tubuhnya bergoyang, denga polos berlari menyusuri koridor di luar
kamar. Melihat ke sana kemari, si anak anjing tampaknya tahu ingin pergi ke
mana, dan meneruskan jlannya melompat-lompat. Dengan raut muka hampa, lelaki
yang keras dan kasar itu berdiri tak bergerak, menunggu. Menunggu.
Tiba-tiba,
terdengar denting kunci membuka pintu di seberang kamar tempatnya menunggu.
Wahag batu si orang keras itu terpecah menjadi senyuman lebar dan memanggil,
“Zolie?” hanya itu yang dibutuhkan si anak anjing untuk menegaskan bahwa dia
berada di tempat yang benar “zolie” langsung melenggang ke sobat barunya.
Sambil membungkuk si lelaku, Jesse, mengangkat anak anjing kecil yang lembut
dan bersenandung “Zolie! Zolie! Apa kabar Zolieku?” sambil membelai, mengelus,
memluk si anjing, Jesse mendekapnya lebih erat, membenamkan kepalanya pada
perut si anjing yang kecil dan bundar, meniupnya, seperti yang dilakukan orang
tua pada perut bayinya. Itulah cinta. cinta sejati.
Saat
Zolie menjilati wajah si lelaki tanda terima kasih, Jesse tergerak dengan rasa
kagum. Mungkin ini pertama kalinya dalam hidupnya dia luluh karena cinta.
Soalnya, Jesse inbi seorang tahanan, “napi berhati batu” di lembaga
permasyarakatan negara. Zolie, anjing yang masih kecil, diberikan untuk dirawat
Jesse—untuk alasan tertentu.
Jesse
dan Zolie adalah bagian dari program percobaan yang memberikan seekor anak
anjing kepada napi untuk dirawat dan dilatih, pekerjaan yang berlangsung 12
hingga 14 bulan---tergantung pada berjalannya pelatihan dan hasil program itu.
program ini menguji daya ubah cinta: Dapatkah lelaki yang keras dan tanpa cinta
itu memberikan cinta--- dan mengajarkannya kepada seekor anak anjing?
Program
percobaan ini dirancang supaya, setelah pelatihan itu, anak-anak anjing ini
diberikan kepada orang-orang yang mencari anjing “dewasa” untuk teman, misalnya
orang tua yang tak mampu merawat anak anjing yang muda, energetic, dan tak
terlatih, tatapi ingin punya anjing. Sebagian anak anjing ini kemudian dilatih
lagi, lalu diberikan kepada orang cacat. Anjing ini membantu mereka dalam
kebutuhan khusus, misalnya memberitahu kalau ada bel pintu, bel, atau bunyi
khusus, atau mengisyaratkan saat waktunya minum obat.
Yang
terpenting adalah si napi harus memberi anak anjing ini cukup cinta dan perhatian
agar hewan itu tumbuh menjadi anjing yang ramah dan penyayang. Ini disebut
“sosialisasi.” Napi juga “melatih” dan merawat si anak anjing, tetapi peran
terbesarnya hanyalah memberi anak anjing itu cinta, perhatian, dan kasih
sayang.
Itulah
peran yang dihayati Jesse. Pada hari pertama aku mengamatinya, Jesse bermain
dengan Zolie setiap menit selama mereka bersama. Jesse melemparkan bola kepada
Zolie dan memperhatikan saat Zolie melompat ke arah bola itu, menyambar
sehingga bola itu terlempar jauh dan Zolie harus berpacu mengejarnya. Sambil
tertawa Jesse berserk, “Ambil, Zolie! Kamu bisa! Nah, begitu!” Lalu, Zolie
meronta saat Jesse memandikannya. Setelah itu bulu Zolie kering. Jesse menyisir
bulunya dengan lembut. Untuk ini Zolie berdiri diam, mengeikut gerakan
sisir---matanya dipenuhi rasa terima kasih bahwa mandi yag memalukan itu sudah
selesai.
Ini
berlangsung bulan demi bulan, sampai Zolie tumbuh menjadi hewan yang lembut dan
penyayang. Akan tetapi, dia bukanlah satu-satunya yang telah “tersosialisasi”.
Dalam proses memberi cinta dan merawat, Jesse juga berubah. Dia tak lagi tampak
begitu seram, keras, dan kaku; tampaknya ada sesuatu yang lebih lembut dan
cerah pada dirinya.
Mungkin
perubahan terbesar terlihat pada sore sebelum hari Zolie harus meninggalkan
program---dan meninggalkan Jesse. Anak anjing ini sudah siap untuk fase
pelatihan berikutnya. Pada malam terakhir ini, sia anak anjing dibolehkan
menginap bersama si napi. Meskipun dia tahu hari ini akan tiba---dan malah,
itulah tujuannya---mata Jesse merah oleh air mata, selagi dia berbaring terjaga
sepanjang malam bersama anak anjing yang meringkuk di tempat tidurnya, membelai
dan berbicara dengannya.
Terlalu
cepat, esok hari pun tiba, dan sudah waktunya Zolie pergi.t angan besar Jessie
melingkari leher Zolie yang tak kecil lagi; dia membenamkan wajahnya dalam
bulunya dan mulai memberi anjing itu “kuliah”. Sambil memeluk kepala anjing
yang sekarang besar dengan kedua tangannya, Jesse memandang anjing yang
pemberani itu dan sambil menahan sedu-sedan, berkata, “Aku tahu kamu akan jadi
anjing baik---karena kamu anjing yang hebat. Kamu sekarang harus baik, dan
ingat aku. Akus angat sayang kamu---jangan lupa itu”. Seolah memahami perkatan
Jesse--- dan kesedihannya---ZOlie menjilat wajah Jesse. Lalu anjing yang hampir
dewasa yang terlatih baik dan “tersosialisasi” ini dibawa pergi, siap memulai
peran barunya---mencintai orang baru. Akan tetapi, saat perpisahan itu sungguh
meremukkan hati. Ketika melihat anjing itu berjalan pergi, Jesse menutup
mukanya dengan tangan dan menangis.
Aku
tahu soal Zolie, Jesse, dan program percobaan yang mereka ikuti ketika menonton
program televise yang meliput kisah mereka. Setelah menonton seluruh acara, aku
tak hanya jatuh cinta pada Zolie, tetapi juga bersimpati pada Jesse.
Begitu
Zolie dibawa pergi, kamera hanya diam, menunggu Jesse berucap. Selama beberapa
detik---meskipun rasanya seperti berabad---Jesse, dengan kepala terbena, dalam
tangannya tak mampu berkata apa-apa. Lalu, sambil melepaskan tangan, dia
mengakui, “Inilah pertama kalinya saya pernah mencintai sesuatu sebesar ini.
Inilah pertama kalinya saya pernah merasa dicintai sebesar ini. Saya berharap
diberi anak anjing lian. Dan cepat. Segera.”
Itulah
salah satu acara yang paling menyentuh yang pernah kutonton---dan salah satu
perubahan yang paling luar biasa. Cinta benar-benar dapat berperan besar dalam
hodup seseorang. Untungnya, karena program tersebut sukses, ratusan anak anjing
menemukan cinta, dan ratusan napi dicintai---sebagian untuk pertama kalinya.
Kekuatan cinta: sungguh luar biasa!
No comments:
Post a Comment