Mansur
adalah seorang pedagang keliling. Ia menjajakan dagangannya hingga ke
Cirebon. Karena itu, sekali ia pergi, paling cepat ia baru akan kembali
seminggu kemudian. Suatu pagi Mansur baru akan berangkat, di jalan ia
berjumpa sahabatnya, Otong dan Udin.
"Mau jalan lu Sur?" tegur Udin.
"Iya, nanti malam giliran kita ronda yah?" ,ujar Mansur seraya menyodorkan sejumlah uang.
"Ini buat beli bako".
"Wah jadi nggak enak nih", sahut Otong, namun tak urung uang itu dikantunginya juga.
Mansurpun meneruskan perjalanannya, sedang Otong dan Udin bergegas
menuju kebun. Malamnya Otong dan Udin bersama beberapa orang lain
meronda. Sepanjang malam mereka berjaga dan berkeliling. Menjelang dini
hari mereka memutuskan untuk pulang.
Di perjalanan pulang Otong dan Udin melewati rumah Mansur. Tampak
Mansur baru keluar dari halaman. Otong dan Udin heran, karena baru pergi
kemarin mereka melihat Mansur berangkat mengapa dini hari ini ia sudah
terlihat lagi?
"He Sur", tegur Otong, "Kenapa lu udah pulang lagi?"
Namun Mansur tak menghiraukan teguran itu, ia terus saja berlalu. Otong
dan Udin menjadi gusar. "Sombong bener dia", ujar Udin, "Ditanya nengok
aja kagak".
"Iya", sahut Udin, "Mentang-mentang kemaren udah ngasih duit kali".
Dini hari berikutnya Otong dan Udin hendak berangkat ke kota. Saat
melewati rumah Mansur, keduanya kembali melihat pedagang itu keluar
rumah. Kedua sahabat itu sudah lupa pada peristiwa dini hari yang lalu.
Dengan ramah keduanva menegur Mansur.
Kali ini ternyata sama saja. Mansur terus saja berlalu. Teguran
sahabatnya tak dihiraukan. otong dan udin kembali merasa gusar. "Kenapa
sih dia?" tanya Otong. "Ditegur baek-baek kagak nyaut. Emangnya gua
kirik".
Udin tak segera menyahut, ia merasa ada sesuatu yang ganjil.
"Tong", ujar Udin, "Tempo hari waktu dia ngasih duitkan biasa aja. Tapi besoknya ama sekarang dia berubah".
"Iya, karena udah ngasih duit makanya dia ngerasa berkuasa".
"Bukan itu maksud gua", tukas Udin, "Dia kan kalo pergi lama. Paling cepet seminggu baru pulang, kadang-kadang ampe sebulan".
"Iyayah" , ucap Otong heran," Kenapa dua hari ini dia bolak-balik terus?"
"Makanya gua jadi curiga", timpal Udin "Jangan-jangan dia bikin macem-macem".
Kecurignan itu membuat Otong dan Udin sepakat untuk mengintai Mansur.
Malam itu keduanya bersembunyi di semak-semak, mata mereka mengawasi
rumah Mansur dan jalan sekitarnya.
Lewat tengah malam otong dan Udin melihat Mansur di kejahuan. suasana
terasa aneh. Otong dan Udin merasa tercekam. Keduanya mendekam dengan
tegang di tempat persembunyian.
Tampak Mansur memasuki halaman rumahnya. Pedagang itu mengetok pintu
sesaat kemudian pintu terbuka, Mansur pun masuk. Otong dan Udin terus
mengawasi.
"Din", bisik Otong, "Perasaan gua nggak enak".
"Sama gua juga", sahut Udin.
"Tapi, kenapa Si Mansur baru pulang tengah malam begini?"
"Makanya gua jadi makin curiga".
"Ayo kita intip ke dalem".
Otong dan Udin beranjak dari persembunyian. Keduanya mengendap-endap
mendekati rumah Mansur. Namun setelah dekat keduanya mengurungkan
niatnya. Lekas mereka menjauh dengan wajah merah padam, di dalam rumah
sayup terdengar lenguhan isteri Mansur.
"Sialan", umpat Otong setelah jauh, "Gua kirain lagi ngapain".
"Dasar pejajaran tu orang", timpal Udin, "Pantes bolak-balik mulu".
Selagi Otong dan Udin mengumpat-ngumpat muncul para peronda. Kedua
sahabat itu menceritakan pengalaman mereka. Para peronda tertawa
terbahak-bahak.
"Udah-udah jangan ribut", ujar Komar, "Bentar lagi subuh."
Mereka semua terdiam. Saat itulah nampak Mansur keluar dari rumahnya.
Otong dan Udin bersama para peronda terkiki-kikik. Tetapi seperti dua
hari sebelumnya pedagang itu terus saja berlalu. Sedikitpun ia tak
menghiraukan teman-temannya.
Komar si jago pencak silat merasa heran. Pengalamannya saat malang
melintang sebagai jawara membuatnya peka. Ia tahu, ada yang ganjil pada
diri Mansur.
Segera Komar mengejar Mansur. Namun pedagang itu berjalan cepat sekali.
Komar pun berlari. Mansur berlari lebih cepat lagi. Melihat itu Otong
dan Udin bersama peronda lainnya turut mengejar.
Setiba di pengkolan tersentaklah para pengejar. Mereka melihat Mansur
melompat, begitu ringan lompatannya. Tubuh Mansur lenyap di kerimbunan
daun pohon Johar.
Sadarlah semua orang, yang tengah mereka kejar bukanlah Mansur
melainkan Genderuwo. Mahluk jahat itu biasa tinggal di pohon-pohon besar
yang tua.
Jika Genderuwo tengah berhasrat, ia akan mendatangi perempuan yang
tengah ditinggalkan suami. Akibatnya, perempuan itu akan hamil.
Hal itu terjadi pada isteri Mansur. Ia hamil. Saat lahir, bayinya
amatlah mengerikan. Sekujur tubuhnya berbulu lebat, wajahnya pun
menakutkan. Umur bayi itu hanya beberapa hari, ia lalu meninggal. Namun
sesungguhnya bayi itu tidak meninggal, ia hanya mengikuti bapaknya.
No comments:
Post a Comment