Di pagi, ketika matahari baru mengintip
di balik perbukitan. Namun demikian pak Kumis tipis telah sibuk, ia berjalan
kian kemari mencari kayu bakar dan bahan panganan lain di hutan. Kayu dan bahan makanan itu dibawa kerumahnya untuk persediaan, disebuah lubang di pojok rumah tua yang cukup besar. Kesibukan pak Kumis Tipis rupanya telah mengganggu si Monyet. Dengan terkantuk-kantuk ia
menggeliat dari dahan tempat ia tidur. Setelah melihat ke kiri dan ke
kanan, si monyet kesibukan pak Kumis tipis.
"Hmm, dia lagi", Gerutu monyet kesal, "Tak bisakah ia diam barang sebentar?"
Sesaat kemudian monyet turun dari pohonnya. Mujur, sebutir buah mangga yang ranum ditemukannya tergeletak di tanah. Monyet pun
memungut buah itu. Sambil berjemur di bawah matahari pagi, monyet pun
mengunyah mangganya. Sesekali ia menggosok-gosok matanya yang terlalu banyak tidur. Monyet itu
masih mengantuk, namun tak mungkin ia tidur lagi, sebab kesibukan pak Kumis tipis membuatnya merasa terganggu.
Saat menjelang senja, monyet duduk berayun-ayun di dahan seraya
mengunyah jambu. Buah jambu itu ia temukan di cabang yang menjorok ke
arahnya. Dan pada saat itu pak Kumis tipis masih saja sibuk, berjalan kian
kemari mengumpulkan kayu dan bahan makanan. Lama-kelamaan monyet menjadi gusar melihat kelakuan beliau. "He pak Tua",
seru monyet, "Tak dapatkah kamu diam barang sejenak? Pusing kepalaku
melihat kelakuanmu yang gak bisa diam, sedari tadi aku tak dapat tenang karena kelakuanmu" .
"Wah maafkan aku sobat", sahut pak Kumis tipis, "Aku tak bermaksud mengganggumu".
"Jika demikian, behentilah berputar-putar, pulanglah kerumahmu".
"Tetapi aku harus mengumpulkan makanan".
"Astaga", seru monyet gusar, "Mengapa lagi harus dikumpulkan makanan
itu? Lihat jambu ini, juga durian dan mangga. Semua yang kumakan ini
datang sendiri menghampiri aku", omel monyet. "Jadi berhentilah menimbun
makanan, sungguh sia-sia kelakuanmu itu".
Pak Kumis tipis hanya tersenyum mendengar perkataan monyet itu. Kebetulan hari
mulai gelap. Maka pak Kumis pun segera kembali kerumahnya yang tak jauh dari sarang si Monyet. Tumpukan makanan miliknya telah cukup banyak. Namun jumlah persediaan makanan itu belum cukup
memuaskan tupai, ia memutuskan untuk mencari lebih banyak lagi esok
hari. Malam itu, ia hanya memakan sedikit makanan yang didapat untuk persediaan nanti.
Esok harinya, tanpa menghiraukan omelan dan cemooh monyet, Pak Kumis tipis
kembali sibuk dengan pekerjaannya. Berhari-hari lamanya pak Kumis tipis itu
terus menerus sibuk dengan pekerjaannya.
Tibalah musim kemarau. Air sungai telah surut, dedaunan mengering,
pepohonan merangas. Tak lagi ada buah yang dapat dipetik, tak lagi ada segala
umbi-umbian yang dapat dipungut. Hutan telah kering. Namun bagi pak Kumis tipis tak ada
yang perlua dicemaskan, persediaan makanan cukup banyak untuk sekeluarga, bahkan berlebih. Ia dapat
berbaring-baring dengan senang di rumahnya yang tenang, terlindung dari
terik panas matahari.
Bagaimana dengan si monyet? Alangkah malang nasibnya kini, setiap hari
ia harus berjalan jauh, meloncat dari pohon ke pohon, di bawah terik matahari untuk mencari bantuan dan makanan.
ltupun didapatnya tak pernah banyak, akibatnya tubuhnya menjadi kurus
kering kurang makan.
Sungguh menyesal hati monyet. Pada pikirannya, jika sewaktu musim
penghujan ia rajin bekerja, mengumpulkan makanan untuk persediaan. Seandainya ia mengikuti jejak pak Kumis tipis, tentulah kini nasibnya
tak akan semalang ini.
------------ 000-----------
No comments:
Post a Comment