Tuesday, May 31, 2016

Cara mengirim pesan lewat mimpi

Praktek mengirim pesan melalui mimpi adalah upaya untuk melakukan komunikasi jarak jauh dengan orang lain. Hal ini terjadi karena adanya fakta bahwa pikiran manusia saling terhubung oleh gelombang otak dalam dimensi subyektif dan dapat saling mempengaruhi. Komunikasi subyektif dilakukan tanpa bertemu langsung dengan target atau dari jarak jauh. Komunikasi subyektif adalah komunikasi satu arah sehingga kitalah yang memegang kendali. Dalam komunikasi subyektif kita sendiri yang menentukan apa yang akan kita sampaikan tanpa ada reaksi balik dari target. Ada empat tahapan dalam melakukan komunikasi subyektif, yaitu:
1. Memprogram pikiran bawah sadar untuk menciptakan kontak pikiran dengan target.
Komunikasi subyektif diawali dengan kontak pikiran yang dilakukan sesaat sebelum tdur. Setelah pikiran bawah sadar diprogram sesaat sebelum tidur, maka ia akan melaksanakan tugasnya pada saat anda sedang tudur. Pada saat tidur pikiran manusia melalui beberapa siklus gelombang otak, yaitu Beta, Alfa, Theta dan Delta. Pada kondisi Alfa pikiran bawah sadar anda dengan pikiran target akan bertemu. Pada saat itulah terjadi kontak pikiran dengan target anda, dan pikiran bawah sadar anda akan melakukan tugasnya dengan baik.
2. Kontak pikiran tercipta.
Ketika kontak pikiran terjadi, saat dalam tidur anda akan terbangun sendiri tanpa ada orang atau sebab lain yang membangunkan. Setelah terjadi kontak pikiran lakukan persiapan untuk mempertahankan kontak pikiran tersebut tanpa harus tertidur lagi. Usahakan supaya anda tidak mengantuk lagi selama kurang lebih 15 menit.
3. Masuk dalam kondisi Alfa dan lakukan komunikasi secara subyektif.
Duduklah dengan nyaman di tempat tidur anda dengan bersandar. Untuk mencapai taraf ini, anda perlu mengatur pernafasan sehingga bisa berkomunikasi. Setelah mencapai kondisi Alfa bayangkan anda sedang berhadapan dengan target anda dan lakukan komunikasi. Dalam komunikasi sampaikan siapa anda dan tujuan anda. Gunakan formula "Win-win Solution". Artinya anda mendapat keuntungan dan target juga akan mendapat manfaat dari maksud anda.
4.Percepat terwujudnya maksud anda dengan imajinasi kreatif.
Setelah komunikasi selesai, bayangkanlah atau imajinasikanlah secara kreatif bahwa apa yang anda inginkan dari komunikasi tersebut sudah terwujud. Pikiran bawah sadar akan menjadikan kenyataan atas apa yang anda yakini sudah terwujud.

Setelah semua langkah diatas telah anda lakukan, nantikan hasilnya dengan keyakinan dan pikiran positif. Setiap kali anda mengingat maksud atau keinginan anda, bayangkanlah atau ingatlah bahwa hasil akhir yang anda inginkan sudah menjadi kenyataan.

Monday, May 30, 2016

Jual Keperawanan Demi Cinta Pada Sang Ibu

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima. Petugas sekuriti yang berdiri di samping pintu hotel memandang curiga pada wanita itu, dan tetap terus mengawasinya di lobby hotel mewah itu. Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Dua kali pelayan hotel mendatanginya untuk menawarkan minuman namun perempuan itu tetap menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada makanan atau minuman yang dipesan. Lalu, untuk apa perempuan itu duduk seorang diri di pojok lobby hotel?. Apakah ia sedang menunggu seseorang?. Perempuan itu usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa juga dibilang masih remaja belia. Petugas satpan itu akhirnya mendekati perempuan muda itu dan bertanya: “Maaf, Apakah anda sedang menunggu seseorang? “ ” Tidak! ” Jawab wanita itu sambil menatap wajahnya kearah ke petugas keamanan tersebut.” Lalu, untuk apa anda berada disini?” ” Apakah tidak boleh? ” Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam dengan tatapan mata tajam.. ” Maaf, Nona. hotel mewah ini diperuntukkan bagi orang yang ingin menginap dan menikmati layanan hotel kami” 
” Maksud, bapak? “ 
” Anda harus memesan sesuatu baik itu makanan atau minuman sebagai syarat sebagai pengunjung hotel ini agar anda bisa duduk ” 
” Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual ” Kata wanita itu dengan suara lambat. ” Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini? ” Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur. ” Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. ” ” Saya ingin menjual diri saya, ” Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu. Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan. ” Mari ikut saya, ” Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya. Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu. Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung. ” Apakah anda serius? ” ” Saya serius ” Jawab wanita itu tegas. ” Berapa tarif yang anda minta? ” ” Setinggi-tingginya. .” ” Mengapa?” Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu. ” Saya masih perawan ” ” Perawan? ” Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. Pikirnya ” Bagaimana saya tahu anda masih perawan?” ” Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan?” ” Kalau tidak terbukti? “ ” Tidak usah bayar …” ” Baiklah …” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan. ” Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda. ” ” Cobalah. ” ” Berapa tarif yang diminta? ” ” Setinggi-tingginya. ” ” Berapa? ” ” Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? ” ” Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya. ” Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah. ” Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?” ” Tidak adakah yang lebih tinggi? ” ” Ini termasuk yang tertinggi, ” Petugas satpam itu mencoba meyakinkan. ” Saya ingin yang lebih tinggi…” ” Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam itu berlalu. Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri. ” Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?” ” Tidak adakah yang lebih tinggi?” ” Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama butuh… ” ” Saya ingin tawaran tertinggi … ” Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu. Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat. ” Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. ” Kata petugas satpam itu dengan agak kesal. Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift. Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua. ” Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? ” Kata petugas satpam itu dengan sopan. Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu … ” Berapa? ” Tanya pria itu kepada Wanita itu. ” Setinggi-tingginya ” Jawab wanita itu dengan tegas. ” Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? ” Kata pria itu kepada sang petugas satpam. ” Rp.. 6 juta, tuan ” ” Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam. ” Wanita itu terdiam. Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu. ” Bagaimana? ” tanya pria itu. ”Saya ingin lebih tinggi lagi …” Kata wanita itu. Petugas satpam itu tersenyum kecut. ” Bawa pergi wanita ini. ” Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras. ” Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? ” ” Tentu! ” ” Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu … ” ” Saya minta yang lebih tinggi lagi …” Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya. ” Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. ” Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya. ” Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakahitu tidak cukup? ” Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah pria itu nampak masam seketika ” Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?! ” Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita. Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu. Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: ” Pak, apakah anda butuh wanita … ??? ” Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya. ” Ada wanita yang duduk disana, ” Petugas satpam itu menujuk kearah wanita tadi. Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. “Dia masih perawan..” Pria itu mendekati petugas satpam itu. Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. ” Benarkah itu? ” ” Benar, pak. ” ” Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu … ” ” Dengan senang hati. Tapi, pak …Wanita itu minta harga setinggi tingginya.” ” Saya tidak peduli … ” Pria itu menjawab dengan tegas. Pria itu menyalami hangat wanita itu. ” Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata petugas satpam itu dengan nada kesal. ” Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu. Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya. Di dalam kamar … ” Beritahu berapa harga yang kamu minta? ” ” Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ” ” Maksud kamu? ” ” Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih …. ” ” Hanya itu …” ” Ya …! ” Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat. ” Siapa nama kamu? ” ” Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar … ” Kata wanita itu ” Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ” ”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ” ” Ada ! ” Kata pria itu seketika. ” Sebutkan! ” ” Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah … ” Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya. ” Saya tidak mengerti …” ” Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar …” ” Dan, apakah bapak ikhlas…? ” ” Apakah uang itu kurang? ” ” Lebih dari cukup, pak … ” ” Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ” ” Silahkan …” 
” Mengapa kamu begitu beraninya … ” ” Siapa bilang saya berani. Saya takut pak … Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh`… Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan … ” ” Keyakinan apa? ” ” Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita … ” Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar. Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata: ” Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini … ” ” Kesadaran… ” … Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.” Kamu sudah pulang, nak ” ” Ya, bu … ” ” Kemana saja kamu, nak … ???” ” Menjual sesuatu, bu … ” ” Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum … Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan …. ” Kini saatnya ibu untuk berobat … ” Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ” Tuhan telah membeli yang saya jual… ”. Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi:”Antar kami ke rumah sakit”

Thursday, May 26, 2016

al- Qur'an dan Sunah Hukuman Mati

Masyarakat Jahiliah memperlakukan para pembunuh bukan saja dengan membunuhnya, tetapi menuntut keadilan melebihi keadilan itu sendiri. Sehingga, si pembunuh bukan saja dibunuh, melainkan suku-suku kuat boleh jadi membunuh orang lain sebagai hukuman atas pembunuhan seseorang. Atau, paling tidak, membunuh seorang lelaki merdeka sebagai imbalan atas pembunuhan yang dilakukan seorang wanita atau hamba sahaya. Dalam konteks ini, turun ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan hukuman mati, antara lain firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (bila kamu mau) qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita ... (Q.S. al-Baqarah 2:178).
Perlakuan itulah yang dinamai Al-Qur'an qishash , yang arti harfiahnya adalah "mengikuti". Dari akar kata yang sama, lahir kata qishash (kisah) karena orang yang berkisah mengikuti peristiwa yang dikisahkannya tahap demi tahap sesuai kronologi kejadiannya. Dengan kata qishash, Al-Qur'an bermaksud mengingatkan bahwa apa yang dilakukan terhadap pelaku kejahatan pada hakikatnya hanya mengikuti cara dan akibat perlakuannya terhadap di korban.
Sebenarnya, konsep qishash dikenal oleh ajaran agama sebelum Islam, paling tidak, berdasarkan informasi Al-Qur'an, seperti telah ditetapkan Allah terhadap pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.:
Telah kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishash-nya. Barang siapa yang melepaskan hak qishash-nya, maka melepaskan itu menjadi penebus dosa baginya (Q.S. al-Maidah 5:45).
Al-Qur'an menetapkan adanya qishash bagi pembunuh. Tetapi, saat menetapkannya --seperti terbaca di atas-- Dia tidak mewajibkannya, melainkan diserahkan kepada keluarga si terbunuh untuk menetapkan pilihan mereka terhadap si pembunuh, baik "menuntut dari penguasa untuk membunuhnya" maupun memaafkannya dengan imbalan materi dari keluarga pembunuh.

Ini berbeda dengan pelaku pembunuhan yang meresahkan masyarakat dengan melakukan perampokan. Dalam kasus semacam ini, Al-Qur'an tidak memberi pilihan, tetapi secara tegas menyatakan bahwa tiada maaf bagi mereka. Itulah sebabnya, ayat 33 surah al-Maidah menggunakan kata yaqattalu (yang berarti 'dibunuh secara pasti'), bukan yuqtalu (yang berarti 'dibunuh').

Ada pemikir yang menolak hukuman mati bagi terpidana. "Pembunuhan sebagai hukuman adalah suatu yang kejam, yang tidak berkenan bagi manusia beradab. Pembunuhan yang dilakukan terpidana menghilangkan satu nyawa, tetapi pelaksanaan qishash adalah menghilangkan satu nyawa yang lain." Pembunuhan si pembunuh menyuburkan balas dendam, padahal pembalasan dendam merupakan suatu yang buruk dan harus dikikis melalui pendidikan. Karena itu, kata kalangan yang mengemukakan dalih, hukuman terhadap pembunuh bisa dilakukan dalam bentuk penjara seumur hidup dan kerja paksa; pembunuh adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa, karena itu ia harus dirawat di rumah sakit; dan masih banyak dalih yang lain.
Dalam pandangan pakar-pakar Al-Qur'an, dalih-dalih tersebut dijawab Al-Qur'an dengan firman-Nya:
Barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain (bukan karena qishash), atau bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya; dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya (Q.S. al-Maidah 5: 32).
Penjelasan ayat ini lebih-kurang sebagai berikut. Peraturan apa pun yang baik --yang ditetapkan baik oleh manusia maupun Allah-- pada hakikatnya untuk kemaslahatan "masyarakat manusia". Dan kalau kita berkata "masyarakat", maka kita semua tahu bahwa ia adalah kumpulan dari saya, Anda, dan dia --kumpulan manusia.

Adalah sangat mustahil memisahkan seorang manusia selaku pribadi dari masyarakatnya. Ini hanya terjadi dalam teori. Dalam kenyataan sosiologis, bahkan dalam kenyataan psikologis, manusia tak dapat dipisahkan dari masyarakat, sekalipun ia hidup di dalam goa seorang diri. Bukankah manusia yang tinggal seorang diri di goa menciptakan makhluk lain bersamanya, yang kalau bukan makhluk sejenisnya maka hantu atau semacamnya? Katakanlah hantu yang menakutkannya, atau malaikat yang mendukungnya.

Demikianlah kebutuhan manusia. Pada saat manusia merasakan kehadiran manusia lain bersamanya, pada saat itu pula seorang diri atau ribuan anggota masyarakatnya mempunyai kedudukan yang sama. Semua harus dihargai, sehingga Barang siapa yang membunuh seorang manusia tanpa alasan yang sah, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya Manusia sekaligus masyarakat, bahkan semua makhluk hidup memiliki naluri "mempertahankan hidup". Semut pun melawan jika kehidupannya terancam --kalau perlu dan mampu ia akan membunuh. Apalagi manusia. Karena itu, semua peraturan perundangan mentoleransi pembunuhan yang dilakukan siapa pun yang mempertahankan kehidupannya. Di sisi lain, semua masyarakat menyiapkan senjata-senjata pembunuh, paling tidak untuk mempertahankan kehidupannya.
Mengapa demikian? Jawabannya adalah, "Karena manusia ingin mempertahankan hidupnya, walau dengan membunuh." Kalau demikian, mengapa tidak dibenarkan membunuh orang yang membunuh orang lain tanpa hak?
Bukankah tak ada perbedaan antara seseorang dengan masyarakatnya? Dengan membunuh orang yang membunuh tanpa hak, maka akan terjamin kehidupan orang lain, bahkan kehidupan banyak orang. Itu sebagian kandungan pesan singkat Al-Qur'an (Q.S. al-Baqarah 2: 179): Di dalam qishash ada jaminan kelangsungan hidup bagimu.

Dengan membunuh si terpidana, maka setiap orang yang merencanakan pembunuhan akan berpikir seribu kali karena yang paling berharga bagi manusia adalah hidupnya dan yang paling ditakutinya adalah kematian. Sebab, kalau seseorang mengetahui bahwa dengan membunuh tanpa hak ia tidak akan dibunuh, maka tangannya akan semakin ringan untuk menganiaya dan membunuh.

Agaknya Al-Qur'an menyadari bahwa tak semua orang bisa memahami kandungan pesan di atas. Oleh sebab itu, penggalan ayat tersebut dirangkaikan dengan kalimat: Hai orang-orang yang berakal.
Memang benar, tak semua orang menyadari hal itu. Buktinya adalah dalih-dalih seperti yang telah dikemukakan di atas. "Pembunuhan sebagai hukuman adalah sesuatu yang kejam, yang tak berkenan bagi manusia beradab, yang seharusnya memiliki rahmat dan kasih sayang." Ayat tentang qishash akan dinilai kejam jika hanya dilihat secara berdiri sendiri dan melupakan korbannya yang terbunuh serta keluarga korban yang ditinggal.
Di sisi lain --dalam pandangan Al-Qur'an-- ditekankan agar pelaksanaan sangsi hukum bagi penzina jangan sampai mengabaikan hukum hanya karena rasa kasih-sayang kepada terpidana (baca Q.S. an-Nur 24: 2). Rahmat dan kasih sayang ada tempatnya, dan ketegasan juga ada tempatnya. Itulah keadilan yang didambakan manusia, yakni meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang wajar.
"Pembunuhan yang dilakukan terpidana menghilangkan satu nyawa, tetapi pelaksanaan qishash adalah menghilangkan satu nyawa yang lain." Begitu dalih yang lain, dan memang demikian yang tampak dipermukaan. Tetapi, yang tidak tampak --karena bergejolak di hati keluarga korban-- adalah dendam menuntut balas, yang dapat melampaui batas keadilan. Dan ketika itu bukan saja satu nyawa lain yang terancam, melainkan bisa puluhan nyawa.
"Pembunuhan si pembunuh menyuburkan balas dendam. Padahal, pembalasan dendam merupakan sesuatu yang buruk dan harus dikikis melalui pendidikan." Ini adalah dalih yang baik. Tetapi, berhasilkah kemanusiaan mengikis habis dari jiwa manusia perasaan dendam yang membara?
Betapapun, Al-Qur'an juga menempuh jalan pendidikan itu, sehingga, di samping ketetapan dan tuntunan-Nya yang menyatakan:
Barang siapa yang terbunuh secara aniaya, maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya (Q.S. al-Isra' 17: 33).
Kekuasaan yang dimaksud adalah "memaafkan, menerima ganti, atau menuntut qishash (membunuh) si pembunuh". Dan kalau ia memilih yang terakhir, maka lanjutan pesan ayat di atas adalah: Janganlah ia (ahli waris) melampaui batas dalam membunuh, karena sesungguhnya ia (dengan ketetapan ini) telah mendapat pembelaan atau pertolongan. Dengan ketetapan-Nya memberi wewenang kepada ahli waris memilih alternatif di atas, sambil menganjurkan untuk memberi maaf kepada yang bersalah, karena pemaafan dalam qishash menghapuskan dosa si pemaaf serta melahirkan hubungan yang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat, maka sisi pendidikan telah ditempuh Al-Qur'an.
Akhirnya, dalih terakhir adalah "si pembunuh mengidap penyakit jiwa". Dalih ini sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat, karena ia akan mendorong pembunuhan dengan perisai "sakit jiwa". Namun, jika memang yang demikian itu terbukti melalui pemeriksaan yang bertanggung jawab, maka tentu saja hukuman terhadap si terpidana akan berbeda.
Demikianlah sedikit uraian Al-Qur'an dan penafsirannya yang dapat dikemukakan dalam ruang yang terbatas ini. (DR. Quraisy Shihab)
 

Saturday, May 21, 2016

Panji Sosrokartono Guru Tanpa Tanding

Kartono, nama lengkapnya RM Panji Sosrokartono, lahir 1877. kakak RA Kartini.1898, pribumi pertama yg kuliah di luar hindia-belanda, laiden. Cerdas, kesayangan para dosen. bisa 27 bahasa asing & 10 bahasa nusantara.

Pangeran ganteng, pinter, gaul, anak orang kaya, terkenal, & merakyat. hayoo kurang apa lagi si cowo keren ini. cewe2 eropa nyebut si Sosrokartono, "de mooie sos." (sos yg ganteng).

Bule Eropa & Amerika sebut dia dgn hormat, 'de javanese prins' (Pangeran Jawa). Pribumi memanggil Kartono aja.

1917, jadi wartawan perang dunia1 koran amerika, the new york herald, cab. eropa. test masuk nya, memadatkan artikel bahasa prancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa (Ingggris, Spanyol, Rusia, Perancis). Kartono lulus dgn 27 kata, para bule asli lebih dari 30 kata.

Sebagai wartawan perang, ia diberi pangkat mayor oleh sekutu, tapi nolak bawa senjata.
"Saya tak nyerang orang, krn itu saya pun tak akan di serang. jd apa perlu nya bawa senjata?"
~ahli diplomasi yg hebat. hmm...

Ia gemparkan eropa~america dgn artikel perundingan jerman & prancis yg rahasia, tertutup, dlm gerbong kereta api, tengah hutan, dijaga sangat ketat. semua wartawan cari informasi...eeh koran new york herald telah memuat hasil perundingan tersebut..!!??

1919 jadi penterjemah tunggal di Liga Bangsa Bangsa.

1921, LBB jadi PBB. Ia ketua penterjemah utk segala bahasa. Kalah kan para poliglot bule eropa~amerika.

1925 pangeran sos pulang ke tanah air. Ki Hajar Dewantara angkat dia jadi kepala sekolah menengah di bandung.

Rakyat berjejal temui si pintar ini, tapi minta air & doa. Aneh nya banyak yg sembuh. Maka antrian pun makin banyak termasuk bule2 eropa. Akhirnya beliau dirikan Klinik Darussalam.

Pernah sembuhkan anak eropa hanya di sentuh-sentuh (tuk3..) dihadapan para dokter yg angkat tangan. Si anak sembuh hitungan detik.

Ia juga pernah memotret kawah gunung dari udara. Hebatnya tanpa pesawat.

Soekarno muda sering diskusi dgn nya. Bung Hatta sebut beliau orang jenius.

Rumahnya berkibar bendera merah putih. tp belanda, jepang, dan sekutu seolah tak peduli. orang laen pasti dihajar.

1951 wafat di bandung. Dimakamkan di Kudus. Tak punya apa2, rumah pun kontrak. Pdhal sbg bangsawan & cendekiawan ia bisa hidup mewah.

Orang2 tak temukan pusaka dan jimat di rumahnya. Harta nya hanya kain bersulam huruf alif. (Dia terkenal dg julukan Sang ALIF).

Nisannya tertulis:
"sugih tanpa bondo.
digdaya tanpa aji."

Beliau wartawan, tapi PWI gak pernah singgung nama nya. Beliau tokoh pendidikan tapi kaum guru seolah lupa namanya.

Friday, May 20, 2016

Ritual-ritual aneh dari Barat

Sabtu malam secara khusus disucikan sebagai suatu ritual yang mempesonakan dan secara khusus pula diikuti oleh sejumlah pengikut dari suatu kelompok. Dua kelompok terdiri dari dua belas orang. Mereka berpakaian warna-warna dan melakukan gerakan-gerakan rumit di dalam ruang tertutup. Sekali waktu mereka merespon dorongan musikal dari instrumen primitif yang ditabuh oleh seorang yang tampak berwibawa beserta beberapa pembantunya dan mengawasi kegiatan mereka. Dengan mengitari tempat ritual itu, seluruh jamaah memberikan respon. Sekali waktu mereka bernyanyi, kadangkala berteriak dan kadangkala membisu. Sementara beberapa orang menabuh instrumen (musik) yang mengeluarkan bunyi aneh.

Tempat ritual itu dibangun secara geometris dengan perencanaan yang matang. Di sekelilingnya terdapat lencana, bendera, umbul-umbul dan dekorasi berwarna-warni yang mungkin dimaksudkan untuk membangkitkan puncak emosi individu dan kelompok. Suasana terasa menyeramkan karena beberapa perubahan mendadak dari emosi mereka. Reaksi mereka terhadap proses-proses ekstatogenik terbentuk ketika mereka begitu eksplosif sehingga seseorang akan merasa penasaran mengapa mereka tidak ikut dalam arena tertutup yang disucikan itu. Sementara kebahagiaan dan kesedihan akan muncul dalam diri para pengikutnya.

Kita adalah pengamat pertandingan asosiasi sepak bola di stadion dengan lampu sorot yang terang. Apa yang luput dari perhatian pengamat adalah pengetahuan tentang apa yang sesungguhnya terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Jika kita memiliki pengetahuan ini, kita bisa mengenali pemain, penonton, wasit dan garis putih. Jika tidak, kita akan mengatakan: disini ada seseorang yang bergulingan di tanah, yang lain meringis kesakitan dan keringat menetes dari wajahnya. Salah seorang penonton memukul dirinya sendiri, yang lain memukul orang di dekatnya. Totem itu (baca: bola) melambung ke udara dan disambut dengan teriakan membahana dari kerumunan itu. Kemudian kita melihat darah tertumpah.
Bentuk-bentuk ritual lainnya adalah subyek pendekatan serupa bagi mereka yang tidak merasakan pengalaman yang mendahului pementasannya. Bahkan yang lebih penting, banyak sekali ritual serupa atau lainnya telah mengalami perubahan sepanjang zaman, sehingga semangat aslinya hilang. Bila hal ini terjadi, maka muncul suatu perubahan mekanis atau asosiatif dari faktor-faktor lain. Ritual itu diselewengkan, meskipun mungkin ada alasan-alasan yang jelas dari setiap aspeknya. Perkembangan ini adalah apa yang kita sebut sebagai kelalaian dalam praktek sistem keagamaan/peribadatan.
Berikut ini sebuah catatan orang luar tentang ritual darwis yang menggambarkan berbagai peristiwa dari sudut pandang pengamat sendiri. Dia adalah Pendeta John Subhan dari Gereja Episkopal Methodis yang menghadiri peristiwa itu di India:
Malam ini adalah malam Kamis, malam yang disucikan oleh para Sufi. Marilah kita mengunjungi beberapa kuil dan melihat betapa anehnya ritus-ritus keagamaan yang
dilaksanakan di depan mata kita. Kami memasuki sebuah ruangan dengan cahaya remang-remang tempat sejumlah orang berkumpul. Sebuah tanda diberikan oleh seseorang yang tampaknya sebagai pemimpin perkumpulan itu. Pintu-pintu pun ditutup. Ketika dua belas orang membentuk dua garis sejajar, suasana menjadi hening. Cahaya lampu menerpa wajah-wajah mereka di kegelapan dan hanya mata mereka yang tampak hidup. Kami semua mundur ke sudut ruangan dan dzikir segera dimulai.
Diiringi tepukan tangan, sang pemimpin mulai berayun ke kanan-ke kiri. Ia memulainya dengan sangat lambat dan orang-orang itu mengikuti irama ayunannya. Setiap kali berayun ke kiri, mereka mengucapkan kata, "Hu," secara serentak, "Hu ... Hu ... Hu ..."1
Ritual darwis sama sekali berbeda dengan pertandingan sepak bola itu, karena ia tidak bersifat simbolis tetapi berkaitan dengan aktivitas batin. Jadi penggambaran di luar konteks yang biasa itu sangat sedikit manfaatnya.
Suasana kegiatan Sufistik itu menghasilkan suatu persepsi bagi Sufi sendiri dan meninggalkan jejak yang bisa dikenalinya. Meskipun demikian, tidak ada gunanya untuk menyatakan bahwa seseorang bisa mengenali wujud yang sama dari peribadatan tertentu yang dipisahkan dari asal-usulnya, yaitu suatu sensasi yang dulunya adalah sensasi Sufistik. Bahan pengetahuan harus tersedia dalam bentuk yang bisa dipahami oleh pembaca, paling tidak sampai tingkatan tertentu.Karena itulah kita perlu memulai dengan persepsi batin bahwa fenomena Barat tertentu mempunyai asal-usul yang sama. Kemudian kita perlu melihat apakah bahan formal itu relatif bisa diterima sehingga seseorang bisa menggambarkan fakta itu? Untuk itu ada dua metode penting. Pertama, dengan merujuk pada fenomena serupa di Timur, jika memang ada. Kedua, dengan mencari jejak-jejak, seperti istilah-istilah dan makna-makna tersembunyi. Namun kita seharusnya menggunakan keduanya, setidaknya untuk mencermati salah satu aspek dari apa yang disebut sebagai sistem pemujaan tukang sihir perempuan di Eropa Barat.


Kata witch sebagaimana kita ketahui secara luas sebenarnya bermakna wise (bijaksana). Kata ini bisa ada di mana saja dan tidak harus berupa terjemahan dari bahasa Arab atau lainnya. Sementara wise adalah nama yang digunakan dalam sistem peribadatan darwis dan para penganut tradisi lainnya yang relatif masih bertahan.
Kata witch (penyihir perempuan) dalam bahasa Spanyol adalah bruja. Di Spanyol lah kita menemukan berbagai catatan awal dan relatif lengkap tentang berbagai ritual dan kepercayaan orang-orang Eropa Barat. Namun gereja memandang mereka sebagai penganut Ilmu Hitam.
Kita bisa menindaklanjuti kata kunci itu karena ternyata maskhara kaum darwis, meski mereka saat ini kebanyakan didapati di kantong-kantong Asia Tengah dan kadangkala di India, mempergunakan akar kata Arab BRSY
Kelompok maskhara (orang-orang yang bersuka cita) juga disebut mabrusy (orang-orang yang ditandai kulitnya), atau mungkin bermakna "mabuk kepayang". Dalam bahasa Spanyol, kata maja berasal dari bahasa Latin, sementara kata bruja (dilafalkan brusya) adalah kata yang muncul pada masa Spanyol Islam untuk menggambarkan keberadaan orang-orang ini. Jika kita menduga untuk sementara bahwa brusya mungkin sebuah istilah deskriptif yang diambil oleh kelompok Maskhara, kita bisa mencoba menguraikan penggunaan deskriptif gabungan dengan menggunakan metode syair Arab. Apa sebenarnya makna kata brusya itu, baik dalam bentuk akar kata maupun kata turunan (musytaq)? Menurut metode syair Arab, sejumlah kata dari kelompok bunyi yang sama diambil untuk melengkapi penggambaran suatu sistem peribadatan -- sebagaimana telah kita lihat dalam kata "Sufi".
Kata-kata dalam kamus adalah suatu seleksi dari suatu substansi khayali, suatu simbol dan tanda ritual. Semuanya berada dalam pengelompokan bunyi (konsonan) umum berikut ini
BRSY = Datura Stramonium (Duri Apel), dilafalkan BaRSY Alternatifnya dengan suara yang mirip: YBRUH = akar mandrake (tumbuhan beracun yang digunakan untuk persiapan pengobatan dan bisa menyebabkan kantuk), dilafalkan YaBRUUHH. Keduanya mengandung alkaline dan biasanya digunakan oleh para penyihir perempuan untuk mendapatkan wangsit, perasaan melayang dan digunakan pula dalam ritual.
Apakah simbol yang berhubungan dengan para penyihir perempuan itu?
M-BRSYa = sikat, sapu, pengikis (dialek Syria2) dilafalkan MIBRSYA.
Dengan menterjemahkan kelompok kata itu, kita bisa menggambarkan suatu komunitas yang menghubungkan diri mereka sendiri dengan pengaturan kalimat sebagai berikut: "Berkenaan dengan mandrake (atau apel duri), mereka menggunakan simbol sapu, ditandai dengan sebuah lambang di kulit, memakai jubah berwarna-warni atau campuran". Orang-orang ini digambarkan dengan akurat dalam bahasa Arab dan di Spanyol pada Abad Pertengahan sebagai brujo (untuk laki-laki) atau bruja (untuk perempuan) yang pada saat itu dilafalkan brusyo, brusya. Jika kita menerima hubungannya dengan Maskhara, maka kita bisa menghubungkannya lebih jauh. Penggunaan mandrake oleh mereka menunjukkan homonim yang lebih lanjut -- perkataan sehari-hari mabrusy, mabrusya (hingar-bingar) adalah merujuk pada tarian mereka. Tarian penyihir perempuan tradisional telah dicirikan atau paling tidak dibandingkan dengan dua bentuk tarian yang dikenal di Eropa -- tarian orang-orang Saracen (Muslim-Spanyol), waltz (yang diduga berasal dari Asia melalui negeri-negeri Balkan) dan dibka: tarian cincin Timur Tengah yang dikenal sejak dari Mediteranian sampai Teluk Persia.
Lebih dari itu, ada berbagai fakta tentang penyihir perempuan lain. Sumber-sumber Arab yang dikutip oleh Arkon Daraul berbicara tentang "Tarian Bertanduk Dua" dan mengungkapkan kunci rahasia tentang makna dari kata-kata "barbar" yang digunakan oleh para penyihir perempuan. Namun sampai saat ini, anggota persaudaraan (keagamaan) itu tidak bisa memahaminya. Berikut ini beberapa istilahnya dengan padanannya dalam bahasa Arab:
Pisau ritual yang secara rahasia disebut Athame berasal dari kata adhdhame, suatu huruf darah. Athame adalah upaya menjelaskan lafal adh-dhame. Kata Sab(b)at(h) adalah kata rancu karena pertemuan dengan kata Ibrani, maka maknanya berubah dalam bahasa Spanyol menjadi orang bertanduk dua, padahal sebenarnya berasal dari az-Zabat (yang kuat). Etimologi yang lucu ini selanjutnya berkembang dalam bahasa Perancis menjadi kata s'ebattre (bersenang-senang). Asosiasi suara yang sama dan diubah menjadi kata Robin dan Robinet serta lawan kata yang sebenarnya dari bahasa Semit adalah Rabba (Tuhan), tuhan yang pelik dan misterius atau pejabat (keagamaan) dari sekte Sabat. Kata Rabbana (wahai Tuhan kami) adalah bagian dari doa Muslim yang diucapkan lima kali sehari dengan khusyu'. 
Akhirnya kata coven mempunyai identifikasi yang jelas dengan pengertian panyatuan atau berkumpul bersama. Bahkan dalam pembacaan ritual oleh seorang mantan anggota sistem peribadatan Spanyol-Semit kuno, kata kafan merujuk pada kain penutup kepala para anggota Maskhara ketika mereka menari. Menurut riwayat ada dalam bahan penyihir perempuan yang berasal dari Skandinavia. Melalui asosiasi pada masa berikutnya, kata ini mungkin bermakna pertemuan atau anggota, namun jelasnya kafan digunakan sesuai dengan bentuk awal, artinya kain pembungkus.
Sekarang kita bisa melanjutkan pada tahapan lebih jauh -- salep (ramuan) penyihir perempuan dan apa bahan ramuannya. Pada mulanya mengapa salep itu digunakan? Dalam bahasa Arab, "salep" berasal dari kata RHM, kata yang digunakan juga untuk menunjukkan hubungan darah. Salep itu diberikan kepada penyihir baik laki-laki atau perempuan setelah upacara pembaiatan dan setelah ditandai (ditato). Marham (salep) dioleskan ke kulit dengan tujuan menetapkan suatu bentuk simbolis dari hubungan darah. Dengan "pemberian salep" itu, jika kita bisa berbicara dalam akar-akar bahasa Semit, salep (RHM) digunakan untuk membantu menciptakan kondisi hubungan darah (RHM). Salep ini digunakan di masa depan, untuk membawa penyihir perempuan itu kepada keluarganya, RHM. jadi, RHM itu membentuk hubungan mental dan farmalogikal dengan RHM.
Tetapi apakah tidak terdapat alkaline atau prinsip aktif lainnya dalam salep penyihir itu? Tentu saja hampir semuanya ada. Harus diingat, bahwa penyihir membuat suatu cairan dari tubuh atau potongan tubuh bayi-bayi yang tidak dibaptis. Akar pohon mandrake berbentuk "manusia". Secara tradisional ia dianggap sebagai tiruan manusia. Manusia kecil adalah seorang anak. Seperti tanaman, kita tidak bisa mengharapkan bahwa ia telah dibaptis. Sementara ramuan dari salep itu tampaknya berbentuk "bayi yang belum dibaptis".
Terlalu banyak analogi yang telah diupayakan untuk praktek-praktek sihir dalam agama Kristiani dan sistem peribadatan kafir dari jenis pra-Kristen. Jika Anda membaca karya-karya tentang ilmu sihir di Eropa, Anda akan menemukan bahwa sejauh menyangkut semua penulisnya, tidak terdapat hal serupa pada abad-abad kekuasaan Muslim di Spanyol atau berbagai generasi penyerapan kebudayaan Timur di setiap tahapnya. Bahkan nama "Yang Bijak" bisa jadi merupakan terjemahan langsung dari kata arifin, gelas yang diberikan kepada orang-orang di Timur yang mempercayai kemungkinan terjadinya komunikasi langsung dengan dunia supranatural.
Para penyihir modern tampaknya tidak mengetahui arti penting ukuran lingkaran mereka (diameternya sembilan kaki) dan hanya sedikit mengetahui tentang ilmu angka kuno mereka. Tetapi bahan ini tersedia di mana saja, bahkan untuk pengukuran. Secara insidentil, tradisi mereka sendiri berasal dari "Negeri Musim Panas" dan para anggotanya sendiri saat ini menganggapnya sebagai dunia Timur. Orang hitam (Moor) dan jimat mereka yang bertanduk (setan, dirancukan dengan bulan) berasal dari dunia "amal" mutakhir, karena akhir-akhir ini terdapat suatu upaya rasionalisasi sistem pemujaan mereka, dengan menelusuri berbagai festival musiman dan lain-lain. Demikian pula karena suatu perrggabungan dengan sistem peribadatan ekstatik dengan menggunakan sistem kode Arab dalam membentuk berbagai ritusnya.
Siapakah yang membawa penyihir itu ke Barat? Ketika Abad Pertengahan sebagai asal dari hampir semua informasi yang kita miliki, niscaya suku Aniza yang membawanya. Kita harus kembali menelusuri gurun-gurun Arab.
Klan Badui Aniza yang perkasa dan banyak melahirkan pejuang serta terkaya dalam kepemilikan unta, sangat terkenal dalam kepustakaan Arab karena kebengisannya dalam perang gurun. Perang-perang Badui adalah bahan bagi perkembangan dasar dari keksatriaan (chivalric) dan bagi epik cinta serta peperangan. Belum lagi untuk tarian dibka dan pisau penggores. Bentuk-bentuk syair yang dikembangkan oleh para penyair kesukuan itu telah mempengaruhi kesusastraan dari sejumlah bangsa setelah perluasan Islam ke Utara, Timur dan Barat.
Asal-usul kehidupan Badui bisa ditemukan pada masa-masa pra-Islam. Dalam buku Days of the Arabs, setiap Hari merupakan suatu epik dari beberapa peperangan yang asal-usulnya mungkin telah dilupakan orang. Namun budaya sampingannya berupa sajak, kemuliaan atau taktik-taktik militer tetap menjadi bagian dari warisan suku.
Inilah gambaran Badui dalam buku-buku cerita -- pejuang tangguh dengan kelembutannya kepada perempuan dan anak-anak menjadi kiasan serta diimbangi dengan keberaniannya berjuang sampai mati untuk mempertahankan sumber air atau sebatang pohon kurma, tetapi semua itu adalah tindakan yang mulia atau suatu kehormatan.Salah satu perang tertua dan paling berdarah pada masa itu selama empat puluh tahun dan berakhir pada abad kelima, adalah peperangan antara dua kelompok dari suku Aniza. Dimulai dengan pencurian seekor unta betina yang sakit milik seorang perempuan tua, peristiwa ini berakhir -- sebagaimana sering terjadi di masa itu -- dengan suatu mediasi. Hasil akhirnya -- sebagai ciri roman Spanyol-Islam dan mempengaruhi semua kepustakaan Barat -- adalah roman kepahlawanan Arab, yaitu The Story of el-Zir (Cerita tentang az-Zir).


Sejarah membawa orang-orang ini ke Eropa sekaligus membawa sebagian besar kebudayaannya. Salah satunya adalah seorang guru darwis yang secara mendalam terlibat dengan tradisi musik, roman dan kesukuan dari kabilahnya.
Suku orang tua dari Aniza itu diyakini oleh semua penyair Badui sebagai Klan al-Fakir ("yang sederhana"). Gelar ini diadopsi oleh para darwis, sementara salah satu istilah turunannya ditujukan kepada para guru yoga palsu yang berkeliling India yang mematikan rasa mereka sendiri dan berbaring di atas paku-paku, untuk tujuan yang tidak bisa diketahui dengan jelas; kecuali bahwa salah satu pandangan orang-orang yang melihatnya mungkin berharap bisa mengungguli mereka.

Suku al-Fakir masih hidup di Arab Barat Laut dekat pemukiman nenek moyangnya di Khaibar, kota kuno untuk benteng kuat pada masa Muhammad. Suku Aniza mempunyai banyak legenda, salah satunya terkait dengan keharusan perkembangbiakan lahiriah mereka. Menurut cerita ini, Wail al-Fakir dan semua nenek moyang suku Aniza pada suatu "Malam Kekuatan" (kemungkinan malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan) melakukan suatu permohonan. Ia meletakkan salah satu tangannya ke tubuhnya sendin dan tangan satunya ke unta betinanya yang agung, lalu berdoa agar benih keduanya bisa berlipat ganda. Akibatnya seperti yang diceritakan kepada kita, suku Aniza itu sekarang ini menjadi subur dalam kedua bidang itu, dengan kekuatan sekitar 37.000 orang dan sekitar satu juta ekor unta. Mereka juga mempunyai kesuburan yang semakin kuat. Tradisi mereka juga telah berubah ke dalam berbagai kepercayaan dari sistem peribadatan ini yang bergantung pada keanggotaan suku Aniza.

Saat ini mereka banyak tinggal di gurun Syria, karena mereka telah berjuang memperoleh pemukiman di sana lebih dari dua abad dan berakhir sekitar tahun 1600 M. Sistem peribadatan kelompok Maskhara yang terkait dengan nama mereka, paling tidak kembali kepada nama Abu al-Athahiyyah (748-kira-kira 828). Sebagai seorang pengrajin tembikar dan pemikir, ia merindukan kesembangan yang lebih sempurna antara kejayaan Baghdad pada masa Harun ar-Rasyid dengan perkembangan kemampuan batin manusia. Ia menyatakan hal itu kepada khalifah yang kemudian memberikan tunjangan hidup sebanyak 50.000 keping perak kepadanya.
Ia menjadi seorang penulis dan meninggalkan sebuah kumpulan sajak mistik yang "mengangkatnya pada posisi sebagan bapak syair Arab suci".
Setelah kematiannya, kelompok murid-muridnya, al-Arifin, memperingatinya dengan sejumlah cara. Untuk menandai sukunya, mereka mengadopsi kambing gunungyang asal-usulnya sama dengan nama kesukuan (Anz, Aniza). Obor di antara tanduk kambing ("setan" di Spanyol, sebagaimana hal itu terjadi pada masa berikutnya) menyimbolkan cahaya iluminasi intelek (kepala) "kambing", guru Aniza. Tanda kesukuannya (wasm) sangat mirip dengan sebuah anak panah lebar yang juga disebut kaki elang. Nama alternatif bagi Aniza adalah sejenis burung. Tanda ini -- dikenal oleh para pemikir sebagai kaki angsa -- menjadi tanda bagi tempat pertemuan mereka. Sebagian pengikutnya, terutama para gadis, ditandai dengan sebuah tato kecil atau tanda lain sesuai dengan tradisi Badui. Setelah kematian Athahiyyah, sebelum pertengahan abad kesembilan, riwayat menyatakan bahwa sekelompok sektenya pindah ke Spanyol yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Arab lebih dari satu abad.
Simbol-simbol dan berbagai kebiasaan yang terkait dengan afiliasi kesukuan itu tetap digunakan. Hal ini sesuai dengan praktek darwvis. Setiap guru mengajarkan suatu kebiasaan khas bagi sektenya dan berubah ketika sekte itu diambil-alih oleh guru lainnya. Tujuannya adalah memelihara perasaan kesukuan.3
Semua ini bukan berarti tidak ada sistem pemujaan yang lebih tua di Eropa dengan tipe serupa. Namun hal ini mungkin untuk memperlihatkan
peniadaan bunyi silabel dari dua kata itu yang pada akhirnya menakutkan gereja Abad Pertengahan. Sejak saat itu ia tetap menjadi misteri menarik bagi setiap kalangan. Bahkan beberapa bagian ajaran para penyihir perempuan itu sangat dekat dengan syair Sufi Abad Pertengahan, terutama ajaran Sufi Ibnu Arabi, yang sedikit banyak perlu disampankan dalam bahasan ini.
Sementara suku Quraisy adalah suku Arab paling mulia, dan klan tertinggi derajatnya adalah Bani Hasyim. Mereka dipandang berbeda, karena mereka adalah (asal) darah kenabian dan kebangsawanan. Meskipun demikian, suku yang hampir menyamai mereka adalah suku Aniza yang perkasa. Tiga penguasa pada saat ini (di jazirah Arab) berasal dari keluarga ini -- Raja Saudi Arabia, Syekh Kuwait dan penguasa Bahrain.
Bahan ini menunjukkan tiga kemungkinan penting atau cara-cara dalam menilai dan menggambarkan berbagai pertemuan para penyihir Barat. Pertama, kita bisa menyebutnya sebagai keberlangsungan agama kuno (pra-Kristiani); kedua, pemasukan suatu pemujaan Spanyol Islam; ketiga, suatu perkembangan anti-Kristen: salah satu atau semuanya tentu saja bisa mengandung unsur-unsur luar.
Para pendukung teori "agama kuno" telah menekankan segala sesuatu yang digunakan mereka. Bagi mereka, simbol tanduk berarti keberlangsungan suatu ritus perburuan atau kesuburan, di satu sisi berupa tarian, di sisi lain sebagai isyarat binatang. Para pengamat kependetaan menandaskan bahwa pesta itu adalah suatu sakramen terkutuk dan pemberian tanda itu (tato, dan lain-lain) adalah suatu pelecehan terhadap ajaran baptis, dan seterusnya.
Seperti pemahaman kita yang berbeda-beda tentang permainan sepak bola, penafsiran itu bergantung kepada pengetahuan tentang apa yang sesungguhnya terjadi, bukan bergantung pada dugaan-dugaan kita bahwa karena sesuatu ditemukan di tempat tertentu pada waktu tertentu, maka Ia pasti sesuai dengan teori atau dugaan kita tentang apa yang sesungguhnya terjadi. "Setan, tanduk, bayi-bayi yang direbus" adalah sebuah versi. "Tuhan/dewa-dewi, tarian kesuburan, kerahasiaan untuk mempertahankan agama kuno" adalah versi lain. Versi ketiga adalah "simbol dari suku Aniza, gurunya dan berbagai halusinasi".
Istilah "agama kuno" -- dua penyihir lainnya menerimanya sebagai suatu indikasi tentang asal-usul pra-sejarah dari sistem pemujaan itu -- adalah suatu ungkapan standar Sufi yang sering digunakan sebagai "kepercayaan antik", "agama kuno", "tradisi kuno". Hal ini ditekankan oleh Sufi Spanyol, Ibnu Arabi, dalam puisi-puisi cintanya.
Jika tradisi kuno itu benar-benar ada di Eropa sebelum abad kedelapan, ketika orang-orang Saracen (Spanyol Islam) menduduki kawasan tengahnya, maka tak ayal lagi bahwa ia telah berpenetrasi secara menyeluruh dalam aturan sistem politik, terminologi Sufi dan simbolisme kesukuan Arab dimana tingkat pengaruhnya berbeda-beda.
Apa yang bisa kita temukan dengan ungkapan "kepercayaan antik", atau "tradisi kuno"? Terjemahkan kata "antik", "kuno" ke dalam akar tiga huruf QDM,4 maka kita akan mendapatkan makna puitik:
QDM = konsep preseden (keutamaan).
Beberapa kata turunan (musytaq) dari akar kata ini bisa kita temukan dalam setiap kamus Arab sebagai berikut:
Qidam (QiDM) = keutamaan, keberadaan awal.
Qidman (QiDMan) = tua, masa yang lama.
Qadam (QaDaM) = tingkatan tinggi, keberanian.
Qadam (QaDaM) = kaki manusia, langkah, tahapan gerak.
Qadum (QaDUM) = kapak.
Qadim (QADiM) = masa depan.
Al-Qadim (AL-QaDiM) = Yang Maha Terdahulu (sifat Tuhan).
Qaddam (QaDDAM) = ketua, pemimpin.
Kata aneh ini mempunyai makna keabadian dengan pengertian bahwa ia memperlihatkan keabadian waktu. Padanannya dalam bahasa Inggris bisa jadi adalah kata precedence, yang mengandung makna "mendahului" (sehingga mengacu pada masa lalu) dan "bergerak ke depan". Kapak yang dibawa para pengembara darwis disebut qadum. Ada dua kata al-Qadim -- al-Qadim (Syekh, Pir) dari para Sufi dan al-Qadim (Tuhan). Dua kemungkinan ini, yang bermakna keabadian, di satu sisi manusia (pemimpin tarekat) dan di sisi lain sesuatu yang lebih tinggi (Tuhan), dimaksudkan untuk menyampaikan suatu konsep yang sangat pelik. Oleh karena itu, para Sufi sering dituduh meyakini bahwa para pemimpin mereka adalah Tuhan. Dengan menggunakan kata ini secara khusus dan puitis, mereka sebenarnya memperlihatkan bahwa ada dua versi yang mungkin diambil alih oleh istilah al-Qadim.5 Yang satu adalah guru yang memiliki berbagai kualitas tertentu dengan suatu sifat yang agung dan dekat dengan sifat ketuhanan yang mungkin bisa dilihat pada diri seorang manusia. Para Sufi maupun para penyihir menggunakan langkah pincang yang bersifat seremonial untuk mengungkapkan pengertian kata Arab qadam, maknanya langkah. Ada satu perbedaan penting dari versi Timur dan Barat. Di Timur, kata qadam (langkah, tahapan) diulang-ulang untuk tujuan penyampaian sandi-sandi rahasia. Sufi melangkah ke samping untuk mengingat-ingat akar kata yang sesungguhnya. Ketika ia melakukan suatu langkah pasti, baik sebagai suatu tanda pengenalan atau selama upacara, ia melakukannya untuk menegaskan penyampaian terus-menerus dari kata QDM. Dengan menerapkan kata ini dalam cara kerjanya, maka pembentuk ritual atau sistem password telah menjamin keberlangsungannya -- paling tidak di kalangan yang bisa memahami kata-kata Arab sampai pada tingkatan tertentu.
Dalam pengalaman saya sendiri, ketika diajari metode membuat tanda langkah tertentu, saya diutus untuk mempelajari semua unsur kata dari pengertian "langkah". Dari kajian ini muncul kesadaran bahwa ia maju setapak demi setapak, bahwa ia bergerak maju ketika ia juga berasal dari corak kuno yang terbesar.
Sangatlah jelas bahwa dalam penyampaian bentuk-bentuk lahiriah di negara-negara yang tidak berbahasa Arab, suatu penyesuaian kata-kata serupa tidak terjadi. Secara ideal, jika idea dari suatu agama kuno dengan suatu tujuan progresif diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh para penyihir atau apa pun namanya, mereka seharusnya memiliki kata semacam kata succeed. Kata sucession berarti "menyusul/datang kemudian", tetapi ia juga mengandung makna sesuatu di masa depan, sesuatu yang bisa diraih. Maka berbicara dari sudut pandang proses yang sedang digambarkan, pengertian kuno itu pastilah sudah dikenal dalam transisi Barat sebagai "penggantian".6
Perubahan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya dimana isyarat kuno tetap ada, bertentangan dengan gagasan evolusioner dari para Sufi. Sifat metamorfosis inilah yang menyebabkan perkembangan Sufi sangat sulit dipelajari secara akademik. Singkat kata, hanya versi-versi hampir punah yang telah kehilangan mobilitasnya.

Catatan kaki:
1 John A. Subhan, Sufism, Its Saints and Shrine, Lucknow, 1938, hlm. 1.
2 Di bawah kekuasaan Muslim Spanyol, ada sejumlah besar orang Syria di Spanyol. Hubungan Normandia-Syria niscaya telah berlangsung sejak tahun 844 M. ketika Sevilla dijarah.
3 Di antara para penyihir perempuan, ritual suku yang primitif diturunkan dari Aniza yang diliputi elemen Sufi. Induksi beruntun dari kaum Badui ke dalam kultus peribadatan hampir dipastikan bertanggungjawab atas pembalikan kultus demi tribalisme (rasa kesukuan).
4 Bandingkan dengan Asrar al-Qadim wa al-Qadam (Rahasia-rahasia Sufi tentang Masa Lalu dan Masa Depan).
5 Ada keanehan lain dari kosa-kata ini, yaitu sifat sugestif dan penuh makna dari kata-katanya. Kata-kata dalam bahasa Arab bagi seorang Sufi mempunyai kefasihan hebat. Kata-kata (Arab) itu sebenarnya mengandung makna yang memerlukan banyak penjelasan dalam bahasa lain. Oleh karena itu, kata-kata ini paling sesuai untuk menyampaikan berbagai konsepsi ghaib. (Syekh al-Musyaikh, Tasawwuf al-Islami, London, 1933 [Islamic Sufism, oleh I.A. Shah], hlm. 39).
6 Para penyihir Swedia dari Mohra menyesuaikan konsep ini secara cepat ketika mereka menyebut pemimpin mereka sebagai "Pendahulu" (Antecessor).