Malam
telah larut, Juned berjalan sendirian menyusuri pinggiran sungai. Walau suasana
gelap dan sunyi, Juned dikenal sebagai laki-laki itu tak pernah punya rasa takut. Ya! Juned memang dikenal sebagai jagoan yang tak
kenal takut. Sementara itu dipinggiran kampung, dua orang laki-laki tengah
asik bercakap-cakap. Keduanya duduk di bangku sebuah warung yang telah tutup.
Percakapan keduanya terlihat arnatlah mengasyikan. Sedang bercakap-cakap itu,
tiba-tiba suasana terasa menjai aneh. Tanpa sadar kedua laki-laki itu terdiam.
Dalam hati, keduanya bertanya-tanya, ada apa gerangan terjadi. Dalam kesenyapan
yang mencekam itu, tiba-tiba terdengar teriakan. Kedua laki-laki yang
tengah duduk-duduk itu tersentak. Lekas keduanya berdiri. Dari kegelapan
muncullah Juned, ia berlari pontang-panting, jatuh bangun. Serentak
kedua laki-laki yang tengah duduk itu menghampiri. Juned terjatuh di
depan kedua laki-laki itu. Wajahnya sepucat bulan, rnatanya rnernbelalak
liar. Ia menunjuk-nunjuk.
Gegerlah seisi kampung. Ada kuntilanak!.
Sejak saat itu, tak ada lagi orang kampung yang berani berkeliaran pada
malam hari. Sejak menjelang mahgrib, semua pintu dan jendela telah
tertutup rapat. Semua orang diam di cekam ketakutan sepanjang malam di
dalam rumah. Saat fajar menyingsing, barulah orang berani keluar.
Namun tidak semua orang bersembunyi ketakutan. Rokib si pemberani,
setiap malam ia mengendap-endap di tempat-tempat sunyi. Dengan
bersenjatakan sebatang paku sepanjang satu jengkal ia mengintai.
Entah sudah berapa malam lamanya ia mengintai. Malam itu ia merasakan
suasana begitu mencekam. Perasaannya mengatakan, inilah saat yang
ditunggu. Jantungnya berdebar keras.
Benar, sesaat setelah kukuk buruk hantu terdengar, suasana kian terasa
mencekam. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Rokib, erat ia
menggenggam paku besar itu ditangannya. Bagi tersengat tubuh laki-laki
pemberani itu, saat terdengar suara tawa panjang.
Rokib merasakan lututnya lemas, sekujur tubuhya bergetar tak
terkendali. Suara tawa kembali terdengar, bunyinya mirip ringkikan
berbaur dengan pekik seperti kesaktian. Amat memilukan, amat mengerikan.
Dengan mengerahkan sisa-sisa keberaniannya, Rokib mencoba melihat.
Matanya nyalang menembus kegelapan. Di sana, di cabang pohon sirsak,
tampak suatu sosok berambut panjang.
Walau seluruh belulangnya serasa lunglai, Rokib menggertakan diri. Ia
menyelinap mendekati pohon itu. Sosok berambut panjang itu meloncat
ringan ke pohon cempedak. Rokib terus mengikuti.
Kembali sosok itu meloncat dengan ringannya. Ia hinggap dari pohon ke pohon dengan ringannya. Rokib nyaris kehilangan jejak.
Akhirnya, kembali suara lengkingan tawa yang menyayat terdengar. Tampak
mahluk itu di dekat sumur milik wak modin. Rokib mengendap
mendekatinya.
Pada jarak yang tepat, Rokib menerkam mahluk itu. Dengan jitu ia
menancapkan paku ke ubun-ubun mahluk itu. Terdengar lolongan menyayat.
Kuntilanak itu meronta keras, Rokib terlontar.
Laki-laki pemberani itu jatuh berguling-guling. Suara lolongan terus
mendengar. Saat Rokib telah menguasai diri, mahluk itu sudah tak tampak,
hanya kabut asap tebal yang terlihat.
Dengan was-was Rokib memperhatikan kabut asap itu. Saat asap mulai
menipis, tampak sesosok tubuh perempuan tergolek di tanah. Rokib menatap dengan ragu.Setelah degup jantung mulai mereda, perlahan Rokib menghampiri
perempuan itu. Diperhatikannya dari kepala hingga kaki, perempuan itu
sungguh cantik. Rokib terus mengawasi perempuan itu. Beberapa saat kemudian, perempuan
itu membuka matanya. Ia memandang sekeliling dengan ketakutan. Sadarlah
Rokib, kuntilanak itu telah berubah menjadi manusia biasa.
Maka Rokib pun membawa perempuan itu dan menikahinya. Keduanya hidup
bahagia. Apalagi setelah lahir seorang anak perempuan, lengkaplah
kebahagiaan mereka.
Kini anak perempuan Rokib telah cukup besar. Ia sudah dapat membantu-bantu pekerjaan rumah sedikit-sedikit. Gadis kecil itu memang rajin.Pada suatu hari, Rokib sedang tak di rumah, istrinya meminta anaknya
mencarikan kutu. Namun, baru saja gadis itu menyingkap rambut ibunya,
alangkah terkejutnya ia. "Mak", seru gadis itu, "Ini apa?"
"Apa nak?" tanya ibunya keheranan.
"Di kepala emak ada paku".
"Astaga, lekas kau cabutkan paku itu".
Cepat gadis kedl itu mencabut paku itu. Begitu paku terlepas, terjadi
sesuatu yang mengejutkan. Perempuan itu menjerit keras. Anaknya
terperanjat, ia terhuyung ke belakang.
Nanar gadis kecil itu menatap, tampak perubahan pada ibunya. Rambut
perempuan itu memanjang, wajahnya pucat pasi. Lalu tubuh perempuan itu
melayang.
"Emak, aku ikut mak", pekik anaknya, "Mak, jangan tinggalkan aku".
Dari ketinggian ibunya berkata-kata, "Maafkanlah emakmu", isak ibu itu,
"Emak tak dapat membawa serta, karena emak harus kembali ke dunia
emak".
Usai berkata demikian,lenyapkan perernpuan itu dati pandangan.
Tinggallah anaknya, ia menangis melolong-lolong. Namun tak ada lagi yang
dapat diperbuat.
Namun, setiap malam Jumat Kliwon, ibu anak itu datang menjumpai anaknya.
----------- ****-------------