Tuesday, July 2, 2013

Cinta Seorang Ibu

Aku yakin bahwa warisan terbesar yang bisa kita tinggalkan bagi anak-anak kita adalah kenangan bahagia

Ketika aku memikirkan keluarga Clara Harden, yang muncul dalam benakku adalah kesan bahagia. Suara tawa selalu menyambut kunjunganku.
   Gaya hidup mereka begitu berbeda dari gaya hidupku. Ibu Clara berpendapat bahwa memupuk jiwa lebih penting daripada tugas-tugas yang tak berarti. Pekerjaan rumah tangga tidak menempati prioritas nomor satu. Dengan lima anak dari yang berusia 12 tahun, Clara, sampai bayi yang berusia dua tahun, ketidakteraturan itu kadang mengganguku tapi tak pernah lama. Kediaman mereka selalu berada dalam situasi kacau di mana sedikitnya hidup satu orang sedang mengalami krisis, entah nyata atau hanya khayalan. Tapi aku suka menjadi bagian kelompok yang hiruk pikuk ini, dengan sikap ceria mereka dalam menghadapi hidup. Ibu Clara tak pernah terlalu sibuk untuk kami. Ia akan berhenti menyeterika untuk membantu sebuah proyek pemandu sorak, atau mematikan penyedot debu dan memanggil kami semua untuyk menjelajahi hutan dan mengumpulkan spesimen bagi sebuah proyek sains seorang anaknya.
   Kau tak pernah tahu apa yang mungkin akan kaujlakukan ketika berkunjung ke sana. Hidup mereka penuh kegembiraan dan cinta--banyak cinta.
   Jadi, ketika suatu hari anak-anak keluarga Harden turun dari bus sekolah dengan mata bengkak merah, aku tau ada sesuatu yang sangat tidak beres. Aku bergegas menghampiri Clara, menariknya ke pinggir, minta diceritakan apa yang terjadi tapi tidak siap mendengar jawabannya. Malam sebelumnya, ibu Clara memberitahu mereka bahwa ia menderita tumor otak mematikan, dan hanya bisa hidup beberapa bulan lagi. Aku ingat pagi itu. Aku dan Clara pergi ke belakang bangunan sekolah di mana kami terisak-isak, berpelukan, tidak tahu bagaimana caranya menghentikan kepedihan yang tak bisa kami percayai itu. Kami berdiri di sana, berbagi duka sampai bel jam pelajaran pertama berbunyi.
   Beberapa hari berlalu sebelum aku mengunjungi kediaman keluarga Harden lagi. Takut menghadapi suasana sedih dan muram, dan dipenuhi perasaan bersalah yang sangat besar karena hidupku tetap sama, aku menunda-nunda kedatanganku sampi ibuku meyakinkanku bahwa aku tidak bisa mengabaikan temanku dan keluarganya dalam saat-saat sedih mereka.
    Jadi, aku mengunjungi mereka. Ketika memasuki rumah keluarga Harden, aku heran dan senang mendengar bunyi musik dan suara percakapan gembira, diskusi hangat yang penuh tawa dan keluh kesah. Ibu Harden duduk di sofa bermain. Monopoli dengan dikitari anak-anaknya. Semua orang menyambutku dengan senyuman sementara aku berusaha menyembunyikan keherananku. Aku sama sekali tidak menyangka.
    Akhirnya Clara membebaskan diri dari permainan itu, dan kami pergi ke kamarnya di mana ia menjelaskan. Ibunya telah memberitahu mereka bahwa hadiah terbesar yang bisa mereka berikan kepadanya adalah bersikap seperti biasa seolah-olah tak ada yang terjadi. Ia ingin kenangan terakhirnya dipenuhi kebahagiaan, jadi, mereka sepakat untuk sebaik mungkin.
   Suatu hari ibu Clara mengundangku menghadiri sebuah acara istimewa. Aku bergegas ke sana dan menemukannya mengenakan turban besar berwarna emas. Ia menjelaskan bahwa ia telah memutuskan akan menggunakannya sebagai pengganti rambut palsu karena sekarang rambutnya mulai rontok. Ia meletakkan butiran manik-manik, lem, spidol warna-warni, gunting, dan kain di atas meja, serta menginstruksikan kami untuk menghias turban itu, sementara ia duduk seperti seorang maharaja agung. Kami mengubah turban polos itu menjadi benda indah, masing-masding menambahkan sentuhannya. Bahkan saat kami ribut menentukandi mana akan meletakkan hiasan berikutnya, aku sadar betapa pucat dan rapuhnya Ibu Harden. Sesudahnya, kami berfoto bersama dengan ibu Clara, masing-masing dengan bangga menunjuk ke arah hasil karyanya yang menempel di turban. Sebuah kenangan menyenangkan untuk selalu diingat, meskipun kami selalu dibayangi ketakutan tak terucap akan ditinggal olehnya.
   Akhirnya tiba hari menyedihkan ketika ibu Clara meninggal. Pada minggu-minggu berikutnya, kesedihan dan kepedihan keluarga Harden tak bisa digambarkan.
   Lalu disuatu hari aku tiba disekolah dan melihat Clara tertawa ceria, bercerita penuh semangat kepada temen-teman sekelasnya. Aku mendengar nama ibunya berkali-kali disebut. Clara yang dulu sudah kembali. Ketika aku sampai disebelahnya, ia menjelaskan kebahagiaannya. Pagi itu ketika sedang mendandani adik perempuannya untuk ke sekolah, ia menemukan pesan lucu yang disembunyikan ibunya di dalam kaus kaki anak itu. Membaca surat itu membuatnya merasa seolah ibunya kembali ketengah-tengah mereka.
   Siang itu keluarga Harden mengobrak abrik rumah mereka berburu pesan. Setiap pesan yang ditemukan dibaca bersama-sama, tapi ada beberapa yang tidakketahuan. Saat Natal tiba, ketika mengeluarkan hiasan dari gudang loteng, mereka menemukan sebuah pesan natal yang indah.
   Tahun-tahun berikutnya, pesan terus bermunculan secara sporadis. Bahkan ada satu pesan yang datang di hari wisuda Clara serta satu lagi di hari pernikahannya. Ibunya telah mempercayakan surat-surat itu kepada teman-temannya yang mengirimkannya pada setiap hari istimewa. Bahkan ketika anak pertama Clara lahir, sepucuk kartu dengan pesan yang bermakna dalam tiba. Setiap anak menerimapesan-pesan pendek yang lucu itu, atau surat penuh cinta sampai yang bungsu mencapai usia dewasa.
   Pak Harden menikah lagi, dan pada hari pernikahannya seorang teman memberinya sepucuk surat dari isterinya untuk dibacakan kepada anak-anaknya. Di dalam surat itu, Ibu Harden mendoakan semoga suaminya berbahagia dan menginstruksikan anak-anaknya supaya merengkuh ibu tiri mereka dengan cinta, karena ia sangat yakin bahwa ayah mereka tidak akan pernah memilih seorang wanita yang takkan bersikap baik kepada anak-anaknya.
   Aku memikirkan kepedihan yang pasti dirasakan ibu Clara ketika iamenulis surat-surat itu bagi anak-anaknya. Aku juga membayangkan kegembiraan nakal yang dirasakannya ketika ia menyembunyikan pesan-pesan pendek itu. Dan, selain itu, aku juga mengagumi kenangan indah yang ia tinggalkan bagi anak-anaknya, meskipun ia mengalami rasa sakit dan penderitaan karena harus meninggalkan keluarga yang ia puja. Tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri itu mencerminkan cinta ibu yang terbesar yang pernah kuketahui......
(Pay Laye)

No comments:

Post a Comment