Tuesday, December 30, 2014

Disunat oleh Nabi

Nurlela sedang menyetrika baju di teras belakang rumahnya. Di hadapannya terpasang ayunan dari kain untuk buaian bayinya. Bayi yang baru berusia beberapa bulan usianya itu terlihat tidur dengan lelap. 

Ketika sedang asyiknya menyetrika, tiba-tiba terdengar tangisan bayinya. Nurlela berpikir, pastilah bayinya bangun karena lapar atau mengompol. Secepatnya  ia menghampiri belahan hatinya itu. Namun betapa terkejutnya Nurlela. Pada popok bayinya terlihat darah segar. 




Penuh rasa panik Nurlela  melarikan anaknya ke rumah orang tuanya. Dengan sigap orang tua Nurlela bertindak.
 
Saat itu juga bapaknya Nurlela membuka popok bayi itu lalu  ia bertanya, "Siapa yang nyunat anak ini?" Nurlela kaget mendengarnya. Nurlela terheran-heran, siapakah orang yang telah menyunat anaknya. Nurlela tahu persis sebelum diletakkan dalam ayunan keadaan bayi itu biasa saja. Selama ia tidur, Nurlela tak pernah melepaskan pandangannya atau pergi dari tempat sang bayi tidur di ayunan. Tak seorang pun mendekati ayunan tidur sang bayi itu.

Akhirnya bapak Nurlela memberi penjelasan bahwa anaknya 'disunat oleh nabi'. Konon menurut cerita bila ada anak lelaki yang tiba-tiba disunat tanpa bantuan bengkong, dukun atau dokter maka singkatnya anak itu telah disunat oleh Nabi. 

Di sebagian wilayah Jabotabek, penyunatan misterius seperti itu disebutnya dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebagian orang lainnya percaya hal itu dilakukan oleh jin.
 

Cerita Ayam dan Bebek

Dahulu kala ada seekor ayam dan seekor bebek bersama. Keduanya bersahabat sangat akrab. Kemana pun ayam pergi, bebek selalu menyertainya, sang ayam selalu menolong si bebek bilamana dalam kesulitan kecuali apabila ayam sedang berenang. Pada waktu itu memang bebek tak dapat berenang, ayamlah yang boleh dibilang pandai berenang.

 
Pada suatu ketika bebek bertanya kepada ayam, "Hai kawan, mengapa kamu dapat berenang, sedangkan aku tidak?"
"Ya karena aku memiliki selaput disela-sela jari kakiku", sahut ayam, "Dengan selaput inilah aku dapat berenang".
"Ah masa sih? Aku tak percaya hanya karena selaput di jari kakimu maka kau dapat berenang?".
"Tentu saja kawan", ujar ayam, "Jika kamu tak percaya, cobalah kau pakai selaput jari kakiku ini".

Segeralah bebek mengenakan selaput milik ayam pada kakinya. Lalu bebek terjun ke sungai. Ternyata benar, dengan selaput itu ia dapat berenang. Asyiklah bebek berenang-renang di sungai sehingga ia lupa pada Ayam yang menunggunya di pinggir sungai.

Ayam menunggu di tepi sungai. Namun, bebek tak juga kembali. Ayam menjadi gelisah, ia memanggil-manggil bebek. Namun, bebek tak mau mengembalikan selaputnya kepada ayam.
Ayam yang sudah tak sabar lagi terus memanggil bebek, "Kok kok petok, kukuruyuuuk, kembalikan selaputkuuu".

Tetapi bebek tak peduli. Maka hingga kini ayam tak dapat lagi berenang. Sedangkan bebek menjadi sangat cakap berenang. Namun kini keduanya tak lagi bersahabat seperti dahulu.
 

Saturday, December 27, 2014

12 tahun menjadi budak

Tahun 1841, Solomon Northup  adalah seorang negro yang telah merdeka yang bekerja sebagai tukang kayu dan pemain biola terampil, dan tinggal bersama istri dan dua anaknya di Saratoga Springs, New York. Pada suatu hari dua pria  menawarinya pekerjaan sebagai musisi dua mingguan, tetapi konyolnya mereka mencekoki Northup dengan minuman sampai mabuk dan ia terbangun dalam keadaan terantai, hendak dijual ke tempat perbudakan.
 
Northup dikirim ke New Orleans dan diberi nama "Platt", dengan identitas seorang budak pelarian dari Georgia. Setelah dipukuli berulang kali, ia akhirnya dibeli oleh seorang pemilik perkebunan bernama William Ford ). Northup berhasil menjalin hubungan baik dengan Ford, seorang master yang cukup baik hati. Di perkebunan Ford, Northup merintis jalur air untuk mengangkut kayu dengan cepat dan efektif ke seberang sungai, dan Ford menghadiahinya sebuah biola sebagai ungkapan terima kasih. Tukang kayu di perkebunan Ford yang rasis bernama John Tibeats membenci Northup, dan mulai berupaya melecehkannya secara verbal.

Ketegangan antara Tibeats dan Northup meningkat; Tibeats menyerang Northup, dan Northup melawan balik. Sebagai pembalasan, Tibeats dan teman-temannya berupaya untuk menggantung Northup di pohon, yang terjerat kesakitan selama berjam-jam. Ford menyatakan bahwa untuk menyelamatkan hidup Northup, ia harus dijual kepada Edwin Epps. Northup mencoba menjelaskan kepada Ford bahwa ia sebenarnya bukanlah seorang budak. Ford menanggapinya dengan berkata bahwa "ia tidak bisa mendengar hal ini" dan menyatakan "ia memiliki utang yang harus dibayar" sehubungan dengan harga pembelian Northup.

Epps percaya bahwa hak untuk menyiksa para budak diperbolehkan oleh Alkitab. Para budak diharuskan untuk memanen kapas setidaknya 200 pon perhari, kalau tidak akan dicambuki. Seorang budak perempuan muda bernama Patsey mampu memanen kapas lebih dari 500 pon perhari dan dipuji oleh Epps. Istri Epps cemburu dan seringkali menyakiti Patsey. Epps juga berulang kali memerkosa Patsey.

Epps mengira bahwa para budak yang baru dipekerjakan telah menyebabkan munculnya wabah cacing kapas, wabah yang menurutnya dikirim oleh Tuhan. Ia menyewakan para budak tersebut kepada perkebunan tetangga saat musim panen. Ketika bekerja di sana, Northup menerima kebaikan pemilik perkebunan, yang memberinya uang koin setelah bermain biola di sebuah perayaan ulang tahun pernikahan.
Setelah Northup kembali ke perkebunan Epps, ia memanfaatkan uang tersebut untuk membayar seorang pekerja kulit putih dan mantan pengawas perkebunan untuk mengeposkan suratnya kepada temannya di New York. Si pekerja kulit putih setuju untuk membantu Northup dan menerima uangnya, tetapi ia berkhianat dengan melaporkannya kepada Epps. Northup yang terdesak akhirnya mampu meyakinkan Epps bahwa laporan tersebut hanyalah kebohongan. Sambil menangis, Northup membakar surat yang hendak dikirimnya ke New York, satu-satunya harapannya untuk meraih kebebasan.

Penyiksaan terhadap Patsey semakin memburuk. Patsey ingin mati dan meminta Northup untuk membunuhnya, namun ia menolak. Suatu hari, Epps marah besar setelah mengetahui Patsey menghilang dari perkebunannya. Ketika Patsey kembali, Epps memerintahkan anak buahnya untuk menelanjangi dan mengikat Patsey di sebuah tiang; dihasut oleh istrinya, Epps memaksa Northup untuk mencambuk Patsey. Northup enggan mematuhi perintah Patsey, dan Epps akhirnya mengambil cambuk dari tangan Northup dan mencambuki Patsey dengan brutal.

Selama masa penyembuhan Patsey, Northup mulai bekerja membangun paviliun rumah Epps bersama seorang pekerja Kanada bernama Bass. Bass tidak disukai oleh Epps setelah ia mengungkapkan penentangannya terhadap perbudakan. Di sisi lain, Northup mulai memercayai Bass dan menceritakan mengenai penculikannya. Northup meminta Bass untuk membantunya mengeposkan surat ke Saratoga Springs. Dengan mempertaruhkan hidupnya, Bass setuju untuk melakukannya.

Suatu hari, perkebunan tempat Northup bekerja dikunjungi oleh sheriff setempat. Sheriff, yang datang bersama seorang pria lain dengan kereta kuda, memanggil Northup yang sedang bekerja. Sheriff mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Northup untuk mencocokkan jawabannya dengan fakta-fakta kehidupannya di New York. Northup mengenali pria lain yang datang bersama sheriff sebagai penjaga toko yang ia kenal dari Saratoga. Pria tersebut ternyata datang untuk membebaskannya, dan keduanya berpelukan. Meskipun Epps menghalangi dan Patsey menangisi kepergiannya, Northup bergegas meninggalkan perkebunan.

Setelah diperbudak selama 12 tahun, Northup kembali menjadi manusia bebas dan kembali ke keluarganya. Pada kredit penutup, dituturkan mengenai ketidakmampuan Northup dan kuasa hukumnya dalam menuntut orang-orang yang bertanggung jawab atas penculikan dan perbudakan terhadap dirinya, serta misteri seputar kematian dan pemakaman Northup.
(dikutip dari kisah nyata: 12 Years a Slave)

Monday, December 22, 2014

Gugurnya Si Pitung

Ilustrasi Gambar
Betawi Oktober 1893. Rakyat Betawi di seluruh kampung-kampung tengah berduka. Tersiar kabar dari mulut ke mulut Si Pitung atau Bang Pitung meninggal dunia, setelah tertembak dalam pertarungan tidak seimbang melaan penjajah kompeni atau tentara Belanda. 

Kematian Si Pitung merupakan duka mendalam. Karena ia membela rakyat kecil yang mengalami penindasan pada masa penjajahan Belanda. Sebaliknya, bagi kompeni sebutan untuk pemerintah kolonial Belanda pada masa itu, dia dilukiskan sebagai penjahat, pengacau, perampok, 'ekstrimis' dan entah apa lagi.

Jagoan kelahiran Rawa Belong, Jakarta Barat, dan 'jagoan' ini dikenal sebagai jagoan yang telah membuat repot pemerintah kolonial di Batavia, termasuk gubernur jenderal. Karena Bang Pitung merupakan potensi ancaman keamanan dan ketertiban hingga berbagai macam strategi dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk menangkapnya hidup atau mati. Pokoknya Pitung ditetapkan sebagai orang yang kudu dicari dengan status penjahat kelas wahid di Betawi.

Bagaimana Belanda tidak gelisah, dalam melakukan aksinya membela rakyat kecil Bang Pitung berdiri di barisan depan. Kala itu Belanda memberlakukan kerja paksa terhadap pribumi termasuk “turun tikus”. Dalam gerakan ini rakyat dikerahkan membasmi tikus di sawah-sawah disamping belasan kerja paksa lainnya. Belum lagi blasting (pajak) yang sangat memberatkan petani oleh para tuan tanah.

Si Pitung, yang sudah bertahun-tahun menjadi incaran Belanda, berdasarkan cerita rakyat, mati setelah ditembak dengan peluru emas oleh Schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena ada yang mengkhianati dengan memberi tahu tempat persembunyiannya. Ia ditembak dengan peluru emas oleh schout (setara Kapolres) van Hinne karena dikabarkan kebal dengan peluru biasa. Begitu takutnya penjajah terhadap Bang Pitung, sampai tempat ia dimakamkan dirahasiakan. Takut jago silat yang menjadi idola rakyat kecil ini akan menjadi pujaan.

Si Pitung, berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar (mushala) di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, “orang yang denger kate”. Dia juga “terang hati”, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustadznya, sampai mampu membaca (tilawat) Alquran. Selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli maen pukulan.

Suatu ketika di usia remaja sekitar 16-17 tahun, oleh ayahnya Pitung disuruh menjual kambing ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari kediamannya di Rawa Belong dia membawa lima ekor kambing naik gerobak. Ketika dagangannya habis dan hendak pulang, Pitung dibegal oleh beberapa penjahat pasar. Mulai saat itu, dia tidak berani pulang ke rumah. Dia tidur di langgar dan kadang-kadang di kediaman gurunya H Naipan. Ini sesuai dengan tekadnya tidak akan pulang sebelum berhasil menemukan hasil jualan kambing. Dia merasa bersalah kepada orangtuanya. Dengan tekadnya itu, dia makin memperdalam ilmu maen pukulan dan ilmu tarekat. Ilmu pukulannya bernama aliran syahbandar. Kemudian Pitung melakukan meditasi alias tapa dengan tahapan berpuasa 40 hari. Kemudian melakukan ngumbara atau perjalanan guna menguji ilmunya. Ngumbara dilakukan ke tempat-tempat yang “menyeramkan” yang pasti akan berhadapan dengan begal alias perampok.

Salah satu ilmu kesaktian yang dipelajari Bang Pitung disebut Rawa Rontek. Gabungan antara tarekat Islam dan jampe-jampe Betawi. Dengan menguasai ilmu ini Bang Pitung dapat menyerap energi lawan-lawannya. Seolah-olah lawan-lawannya itu tidak melihat keberadaan Bang Pitung. Karena itu dia digambarkan seolah-olah dapat menghilang. Menurut cerita rakyat, dengan ilmu kesaktian rawa rontek-nya itu, Bang Pitung tidak boleh menikah. Karena sampai hayatnya ketika ia tewas dalam menjelang usia 40 tahun Pitung masih tetap bujangan.

Si Pitung yang mendapat sebutan “Robinhood Betawi", sekalipun tidak sama dengan “Robinhood” si jago panah dari hutan Sherwood, Inggris. Akan tetapi, setidaknya keduanya memiliki sifat yang sama: Selalu ingin membantu rakyat tertindas. Meskipun dari hasil rampokan terhadap kompeni dan para tuan tanah yang menindas rakyat kecil.

Sejauh ini, tokoh legendaris Si Pitung dilukiskan sebagai pahlawan yang gagah. Pemuda bertubuh kuat dan keren, sehingga menimbulkan rasa sungkan setiap orang yang berhadapan dengannya. Dalam film Si Pitung yang diperankan oleh Dicky Zulkarnaen, ia juga dilukiskan sebagai pemuda yang gagah dan bertubuh kekar. Tapi, menurut Tanu Trh dalam “Intisari” melukiskan berdasarkan penuturan ibunya dari cerita kakeknya, Pitung tidak sebesar dan segagah itu. ”Perawakannya kecil. Tampang Si Pitung sama sekali tidak menarik perhatian khalayak. Sikapnya pun tidak seperti jagoan. Kulit wajahnya kehitam-hitaman, dengan ciri yang khas sepasang cambang panjang tipis, dengan ujung melingkar ke depan.”

Menurut Tanu Trh, ketika berkunjung ke rumah kakeknya berdasarkan penuturan ibunya, Pitung pernah digerebek oleh schout van Hinne. Setelah seluruh isi rumah diperiksa ternyata petinggi polisi Belanda ini tidak menemukan Si Pitung. Setelah van Hinne pergi, barulah Si Pitung secara tiba-tiba muncul setelah bersembunyi di dapur. Karena belasan kali berhasil meloloskan diri dari incaran Belanda, tidak heran kalau Si Pitung diyakini banyak orang memiliki ilmu menghilang. ”Yang pasti,” kata ibu, seperti dituturkan Tanu Trh, ”dengan tubuhnya yang kecil Pitung sangat pandai menyembunyikan diri dan bisa menyelinap di sudut-sudut yang terlalu sempit bagi orang-orang lain.” Sedang kalau ia dapat membuat dirinya tidak tampak di mata orang, ada yang meyakini karena ia memiliki kesaksian “ilmu rontek”.


Friday, December 19, 2014

Pilkada oleh DPRD Merampok Hak Rakyat

 
Percakapan antara Djadjang dan Mamad Oleh Kwik Kian Gie

Sejak era reformasi perkembangan kehidupan tata negara kita mengalami perubahan-perubahan yang cepat dan drastis. Dua sahabat Djadjang (Dj) dan Mamad (M) yang sering mempunyai pendapat yang berbeda berdiskusi tentang hal ini sebagai berikut.

M : Djang, sejak kita meninggalkan UUD 1945 yang asli, perkembangan ke arah demokrasi yang sejati mengalami percepatan luar biasa. Walaupun UUD hasil amandenem yang dinamakan UUD 2002 tetap mengatakan bahwa pemilihan pemimpin negara pada semua jenjang dilakukan secara demokratis, tidak dikatakan “secara langsung”, nyatanya gubernur, walikota dan bupati dipilih secara langsung. Tidak ada demokrasi yang sehebat seperti ini.
Ini adalah demokrasi yang tulen, yang sejati, yang vox populi vox dei. Eh…. baru dipraktekkan sekitar 9 tahun dikembalikan lagi pada Pilkada melalui DPRD. Yang mengembalikan ini kan merampok hak rakyat ?



Dj : Kalau pemilihan gubernur, walikota dan bupati melalui DPRD dikatakan merampok hak rakyat, sejak Indonesia merdeka sampai tahun 2005 hak rakyat dari bangsa merdeka yang dinamakan RI dirampok oleh pemerintah dan DPR. Bukankah selama pemerintahan Bung Karno, Pak Harto, pak Habibie dan Gus Dur dari Presiden sampai Bupati dipilih oleh lembaga legislatif dari berbagai jenjang? Tidak oleh rakyat secara langsung. Ibu Megawati sendiri menjadi Wakil Presiden oleh MPR dan selanjutnya menjadi Presiden juga oleh MPR.

M : Memang, tetapi seperti halnya dengan semua bidang dalam kehidupan manusia kan ada kemajuan. Jadi demokrasi kita juga harus lebih maju. Maka semua pimpinan eksekutif pada semua jenjang harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Itu sudah tejadi selama sekitar 9 tahun. Mengapa sekarang diambil lagi ? Bukankah itu memang mayoritas di DPR merampok hak rakyat. Kalau tidak pernah diberlakukan pilkada secara langsung tidak apa-apa. Tetapi pernah dilakukan kok lantas diambil kembali.

Dj : Mungkin engkau lebih pandai menjelaskannya karena engkau orang sekolahan dengan gelar kesarjanaan tertinggi. Tetapi yang saya ketahui di lapangan berlainan. Pilkada langsung ternyata bukan kemajuan dalam memberikan hak-hak kepada rakyat dengan maksud supaya rakyat mensejahterakan dirinya sendiri, tetapi memajukan korupsi. Ini bukan pendapatku, tetapi Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang berkali-kali menjelaskan bahwa hasil pilkada langsung  antara lain yalah sekitar 330 kepala daerah masuk penjara. Mendagri juga pernah menjelaskan bahwa untuk bisa menjadi kepala daerah seseorang perlu mengeluarkan banyak, sampai puluhan milyar. Ini mempunyai banyak arti. Kalau kepala daerah mengeluarkan demikian banyaknya uang, dia harus mencari uang sejumlah itu plus jumlah yang sama selama 5 tahun dia menjabat. Jadi kalau dia mengeluarkan Rp. 20 milyar, selama dia menjabat dia harus mendapat penghasilan Rp. 40 milyar. Yang Rp. 20 milyar untuk mengembalikan modalnya, dan yang Rp. 20 milyar lainnya untuk pembiayaan supaya terpilih kembali.

Tapi yang saya dengar dari beberapa sahabat saya anggota DPR lebih gawat lagi. Kalau dalam pileg tahun 2009 dia mengeluarkan Rp. 300 juta untuk menjadi anggota DPR, di tahun 2014 ini dia harus mengeluarkan 10 kali lipat. Dia mengeluarkan Rp. 3 milyar. Jumlah ini adalah biaya yang rata-rata dikeluarkan oleh banyak anggota DPR.

M : Uang itu harus dibayarkan kepada siapa ?

Dj : Untuk rakyat yang memilihnya.

M : Kalau pilkada oleh DPRD kan rakyat memang lantas dirampok dari kemungkinan memperoleh uang untuk suaranya yang dijual ?

Dj : Memang, tapi kita bicara tentang perampokan hak pilih rakyat, bukan perampokan uang sogokan kepada rakyat supaya membeli suaranya.

M : Kalau kita tiadakan ekses bahwa rakyat menjual suaranya, hak rakyat untuk menentukan siapa yang dipilih untuk menjadi gubernur, walikota dan bupati kan memang hilang ?

Dj : Tidak hilang, tetapi haknya diwakilkan kepada para anggota DPR dan DPRD. Itu namanya Demokrasi Perwakilan.

M : Makanya, kadar demokrasinya kan lebih kecil dibandingkan dengan kalau rakyat memilih langsung ? Jadi memang benar dong bahwa kita mundur dalam berdemokrasi.

Dj : Kita memang mundur kalau rakyat mengenal atau mengetahui betul siapa, apa kemampuan dan apa rekam jejak dari yang dipilihnya. Rakyat kita kan tidak mengetahui siapa yang dipilih. Mereka berduyun-duyun datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) itu tidak untuk memilih, tetapi mencoblos gambar atau nama orang yang memberi uang kepadanya. Itu rakyat jelata. Kamu jujur sajalah Mad. Ketika kamu harus memilih anggota DPRD apa kamu mengetahui siapa yang kamu pilih, walaupun kamu tidak disogok ? Saya saja yang cukup banyak mengikuti perkembangan politik tidak mengenal para calon anggota DPRD. Maka yang saya pilih partainya.

Yang mengenal pilkada langsung itu hanya Amerika Serikat. Seluruh Eropa menerapkan Demokrasi Perwakilan. Rakyat memilih para anggota DPR. Selanjutnya para anggota DPR dan DPRD itulah yang memilih Perdana Menteri, para menteri, walikota dst. Apa kamu berani mengatakan bahwa semua negara di Eropa kalah kadar demokrasinya dibandingkan dengan Amerika ?


M : Kamu dasar bukan anak sekolahan si Djang. Di perguruan tinggi diajarkan teori Trias Politica yang digagas oleh filosof besar dalam bidang tata negara, yaitu Montesquieu. Tiga kekuasaan harus dipisahkan dengan tegas dan mutlak, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Dj : Aku kebetulan sedang membaca bukunya Prof. AB Kusuma yang berjudul “Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945”. Trias Poltica-nya Montesquieu dikemukakan dan dibela oleh anggota BPUPKI Maramis, yang langsung saja dijawab oleh anggota terkemuka Ir. Soekarno yang mengatakan : “Trias Politica sudah kadaluwarsa, kolot, tidak mencukupi, tidak bisa menjamin keadilan sosial.” Prof. Supomo segera mengatakan :”bahwa yang menjalankan Trias Politica hanya Amerika Serikat. Dalam praktek , badan yang membikin undang-undang diserahi juga pekerjaan pemerintahan, kehakiman juga diserahi pekerjaan pemerintahan dan pemerintah juga diberikekuasaanmembuat undang-undang.”

M : Lho, masa Bung Karno bersama-sama dengan pendiri bangsa kita sudah membahas demikian mendalamnya, dan putrinya sekarang menghendaki pilkada langsung ?

Dj : Mengapa tidak ? Kalau Bung Karno bisa mengatakan bahwa Trias Politica-nya Montesquieu kadaluwarsa, kolot dan tidak bisa menjsejahterakan rakyat, mengapa Megawati dan seluruh PDI-P tidak bisa mengatakan bahwa Bung Karno, Prof. Supomo dan para anggota BPUPKI yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia itu tidak kolot, tidak kuno ? Kan sudah sekian lamanya. Lagi pula, kecuali PDI-P mempunyai filosof tata negara besar Jakob Tobing, kita juga didampingi oleh para pakar dari National Democratic Institue dari Amerika Serikat.


Mirah, Pendekar Wanita dari Marunda

Singa Betina Dari MarundaPada suatu malam ketika orang tertelap tidur, centeng-centeng di rumah Babah Yong di kampung Kemayoran terkapar di lantai. Babah Yong sendiri terikat di tiang ruang tengah. Perabot rumah berantakan. Barang-barang berharga dibawa kabur kawanan perampok.
Malam itu juga, Tuan Ruys penguasa daerah Kemayoran segera datang mempelajari bekas-bekas perampokan. Di situ juga Nadir Bek Kemayoran. Petugas lain yang ikut sibuk adalah para opas.
“Tangkap Asni!” perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran. Keesokan harinya seorang pemuda yang gagah sudah diborgol dan ditahan di kantor Opas Kemayoran. Bek Kemayoran melaporkan hasil tangkapannya kepada Tuan Ruys.
“Langsung saja masukkan ke penjara, Saeyan!” perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran.
Asni keberatan dimasukkan ke penjara. Dia menjelaskan bahwa dia tidak berbuat apa-apa. Malam itu dia di rumah. Dia tidak pergi ke mana-mana. Saksinya juga berkata kalau malam itu Asni di rumah.
Setelah diselidiki dengan teliti, akhirnya Asni dilepas kembali, tidak jadi dimasukkan ke penjara.

Asni tidak dilepas dari penjara begitu saja, Tuan Ruys minta syarat, yaitu dia harus sanggup menangkap perampok sebenarnya. Kalau tidak berhasil, dia akan dijebloskan kembali ke penjara.

Sementara itu, di Marunda ada seorang gadis remaja cantik bernama Mirah. Ibunya sudah lama meninggal, saat dia berusia tiga tahun. Bapaknya, Bang Bodong, belum mau menikah lagi. Dia selalu teringat istrinya yang tercinta. Oleh karena itu, Bang Bodong sangat menyayangi Mirah. Dia asuh Mirah dengan baik. Mirah dididik dengan penuh kesabaran agar kelak menjadi wanita yang dapat dibanggakan. Anehnya, Mirah lebih suka bermain dengan kawan kawan lelaki. Dia senang mendayung sampai ke muara atau berenang tiap hari di Sungai Blencong. Tidak aneh kalau Mirah sering adu renang dari seberang sungai ke seberang lainnya.

Mirah juga tertarik pada ilmu silat. Dia bergabung dengan kawan-kawan lelakinya untuk berlatih silat. Dia bukan saja berbakat, tetapi juga pemberani. Melihat hal itu Bang Bodong melatih sendiri putrinya dengan lebih tekun. Dalam waktu singkat, ketangkasan Mirah sangat mengesankan. Sering dia diadu dengan kawan-kawan lelakinya. Tidak seorang pun sanggup menandingi ketangkasan Mirah. Semua lelaki yang dihadapi dikalahkannya. Mirah sangat disegani dan tidak ada duanya di kampung Marunda.

Bapaknya merasa khawatir terhadap masa depan putrinya. Bagaimanapun Mirah adalah wanita, kelak memerlukan seorang pendamping, seorang pelindung, dan seorang suami. Kalau semua lelaki yang datang selalu ditolak, Mirah nantinya tidak menikah. la akan menjadi perawan tua.

Pada saat itu Asni melakukan penyelidikan ke Marunda. Dia ditegur penjaga gardu. “Apa siang hari begini harus permisi juga?” tanya Asni. Penjaga kampung Marunda tersinggung mendengar pertanyaan itu. Asni dipelototi dan segera ditendang. Namun, Asni sudah slap. Tendangan itu membuat penyerangnya hilang keseimbangan dan terjerembab. Kawan yang lain langsung memukul kepala Asni dengan tongkat. Dengan mudahnya Asni menangkap tangan penyerangnya, dipelintir sedemikian rupa hingga orang itu mengaduh kesakitan.

Kedua penjaga kampung itu segera lari ke rumah Bang Bodong. Mereka lapor kalau mereka telah diserang seorang perusuh yang mabuk. Kontan Bang Bodong marah-marah. Dia mencari perusuh yang dimaksud. Tanpa banyak tanya Bang Bodong menyerang dengan jurus-jurusnya yang berbahaya. Repot juga Asni menangkis. Bang Bodong memang pendekar berpengalaman. Asni harus hati-hati mengambit langkah-langkah mengelak sehingga tidak heran kalau Bang Bodong hanya mendapatkan angin. Asni sigap sekali meloncat, bersalto ke belakang, koprol, dan berguling-guting. Akhirnya, Bang Bodong terengah-engah. Tanpa melakukan serangan balasan Bang Bodong sudah jatuh dengan sendirinya.

Mendengar ayahnya dikalahkan Asni yang jauh Iebih muda itu, Mirah seperti melayang saat lari menyerang ke arah lawan.

Asni justru senang menghadapi pendekar wanita yang mengamuk. Jurus-jurus Mirah sangat berbahaya. Mirah menggunakan tongkat. Hal itu membuat Asni jungkir balik. Elakan disertai tepisan tangan membuat Mirah terlempar ke kolam ikan. Tentu saja Mirah ditelan lumpur, tetapi dia bangkit kembali dengan cepat. Kemudian, Asni diserang dengan pedang. Entah bagaimana caranya, pedang terlepas dari tangan dan Mirah terlempar ke pohon yang bercabang-cabang. Saat jatuh ke tanah, tubuh Mirah sudah ditangkap Asni. Mirah geram sekali, sementara Asni tersenyum-senyum. Hal itu membuat Mirah makin marah. Untung Bang Bodong mengikuti adu silat itu dengan saksama.
“Jodohmu datang juga akhirnya, Mirah,” kata ayahnya, “kamu harus terima dia sebagai pemenang yang jantan. Kamu tidak boleh ingkar janji. Dia berhak mengambilmu sebagai istri.”
Para pengikut Bang Bodong langsung bersorak. Asni diterima bekas musuhnya sebagai keluarga Baru. 

Tak lama kemudian Asni menceritakan asal usul dirinya. Dia datang ke Marunda untuk mencari kawanan perampok. Dulu perampok itu merampok rumah Babah Yong di Kemayoran. Kalau sampai gagal menangkap kawanan perampok itu, dia akan masuk penjara.

Baik Mirah maupun ayahnya segera tahu siapa yang dimaksud. Tidak lain Tirta dan kelompoknya yang sering berbuat onar. Mereka tinggal di Karawang. Untuk menangkapnya tidak sulit, undang saja Tirta dan kawan-kawannya ke pesta perkawinan yang segera dilaksanakan di kampung Marunda.

Undangan disebar. Pesta dilangsungkan besar-besaran. Tamu-tamu Bang Bodong datang dari berbagai pelosok. Ketika Tirta datang, dia amat kaget bertemu dengan Bek Kemayoran. Ternyata bukan Bek saja yang dijumpai. Tirta juga melihat Tuan Ruys. Kemudian yang membuatnya paling tidak tenteram duduk adalah opas-opas dan para centeng Babah Yong. Mereka seperti sudah mengepung dirinya. Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan Tirta kecuali mengeluarkan pistolnya. Dia mengacung-acungkan senjata api itu ke arah Bek Kemayoran dan segera ditembakkan. Letusan itu membuat para tamu undangan panik dan bubar. Bang Bodong bermaksud menghalangi Tirta yang ingin menembak lagi. Pistol meletus dan melukai Bang Bodong. Pendekar tua itu terpental dan dadanya berdarah. Dia pingsan tidak sadarkan diri.

Tirta kabur dari tempat pesta itu. Opas-opas mengejarnya. Centeng-centeng ikut mengejar sambil menghunus golok masing-masing. Akan tetapi, dari semua mengejar itu justru Mirah paling cepat. Dia segera tampak berebut pistol derigan Tirta. Setelah beberapa saat berguling-guling di pasir pantai, tiba-tiba letusan pistol menggema. Tirta tampak berwajah pucat sambil merintih kesakitan.
“Pokoknya saya sudah lega dapat berjumpa denganmu, Mirah. Hanya Benda ini yang dapat saya berikan kepadamu,” kata Tirta.
Setelah bungkusan itu dibuka, Mirah melihat pending emas yang indah. Dengan terharu Mirah memperkenalkan Asni yang datang menyusul.
“Ini suami saya, Tirta,” kata Mirah.
Tirta dan Asni bertatapan.
“Kamu adik saya, Asni,” kata Tirta sambil memeluk, “kita satu ayah. Ibu saya dari Karawang, Ibumu dari Banten.”

Tidak lama kemudian Tirta kehabisan darah dan tidak bernapas lagi. Asni dan Mirah amat sedih. Bang Bodong sudah siuman dari pingsannya dan mendapatkan perawatan.

Beberapa minggu kemudian, Asni dan Mirah meninggalkan Marunda. Mereka telah menjadi pasangan suami istri yang berbahagia dan tinggal di Kemayoran sampai tua.


Monday, December 15, 2014

Bunuh diri demi cinta kepada isteri

Foto: Dailymail.co.uk
Photo: Daily Mail UK
Kita mungkin telah mendengar atau menonton film Romeo and Juliet dimana dikisahkan keuda sejoli itu bersedia untuk sehidup semati demi mempertahankan cintanya. Namun kisah kali ini ada mengenai pasangan yang mencintai, mereka tidak pernah berpisah satu sama lainnya. Sejak menikah, mereka selalu bersama dalam berbagai keadaan dan tidak pernah sekalipun terpisah.. Saat sang istri pergi meninggalkannya untuk selama-lama ke akhirat, pria ini bunuh diri ketimbang menghabiskan satu malam tanpanya.




 Cinta Romantis Namun Tragis
Adalah Adrian Cross (45 tahun) dan Tammy Cross (37 tahun. Seperti diberitakan oleh Dailymail.co.uk, Kamis (31/10), Tammy meninggal pada tanggal 8 Oktober karena kondisi paru-parunya melemah. Wanita cantik yang kuat ini terpaksa harus menyerah dengan penyakitnya dan menghembuskan napas terakhir dan meninggalkan pria yang paling mencintainya.

Adrian sangat terpukul atas kematian istrinya. Pria ini ditemukan meninggal hanya dalam hitungan jam setelah kematian istrinya. Selama 15 tahun menikah, mereka tidak pernah  berpisah. Adrian diperkirakan bunuh diri karena tidak ingin menghabiskan satu malam tanpa istrinya. Janji untuk tetap bersama hingga mau memisahkannya telah dibuktikan oleh Adrian..

Pasangan Sejati Yang Saling Mencintai
David Allan Jones, ayah dari Tammy mengatakan, "Selama bertahun-tahun bersama, mereka tidak pernah berpisah walau hanya satu malam. Mereka benar-benar saling mencintai. Cinta mereka sangat kuat, sehingga saat mereka pergi keluar, mereka akan saling mengirim surat cinta. Saya belum pernah melihat cinta yang seperti itu, dan saya pikir tidak akan ada lagi yang seperti mereka,"


Ribuan OrangMenghadiri Pemakaman
Pasangan Adrian dan Tammy menikah 15 tahun yang lalu di Dominika. Mereka menjadi pasangan yang sangat romantis di mata keluarga. Mereka juga dimakamkan di hari yang sama. Lebih dari 1.000 orang menghadiri pemakaman pasangan ini di Gereja St John, Cefn Coed.

Sophie Jones, keponakan Adrian dan Tammy menuliskan status di Facebook, "Saya benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi kenyataan bahwa saya tidak akan pernah melihat mereka berdua."

Di antara banyak kisah cinta yang berakhir perpisahan dan perselingkuhan, mereka membuktikan bahwa cinta sejati itu ada. Walaupun berakhir tragis, semoga mereka bisa kembali bersama di kehidupan yang lebih baik.