Thursday, June 18, 2015

Remaja belasan tahun bercinta dengan anjing neneknya

Seorang remaja mengakui telah mengambil photo diri (selfies) saat ia berhubungan seks dengan anjing di rumah nenek nya.
Ashley Miller mengatakan kepada polisi bagaimana dia membujuk anjingnya, jenis pit bull  untuk melakukan hubungan badan pada dirinya sekitar antara 30 dan 40 kali selama lima tahun terakhir.
Petugas juga telah menunjukkan photo dirinya pada saat ia bersama anjingnya melakukan oral seks pada dirinya.
Miller, dari Bradenton, Florida, telah didakwa dengan dua tuduhan kegiatan seksual yang melibatkan hewan setelah polisi menemukan gambar keji di telepon genggamnya.

Wednesday, June 17, 2015

Bercinta dengan anjing akibat istri kurang perhatian

Seorang pria  dituduh telah melakukan hubungan seks dengan seekor anjing milik istrinya karena  karena isterinya terlalu berlebihan dalam merawat hewan peliharaannya.

Jonathan Edward Medley, Jenewa, Alabama telah didakwa dengan tuduhan berbuat 'keji' terhadap hewan, menurut polisi, yang mengatakan bahwa ia merasa bahwa istrinya tidak lagi memperhatikan dirinya dan lebih mengutamakan Shi Tzu anjingnya..

 Kapten Polisi  Ricky Morgan mengatakan bahwa pria berusia 39 tahun itu "marah pada istrinya karena dia lebih memerhatikan anjingnya  daripada dirinya sehingga dia nekat berhubungan seks dengan anjing untuk memberi 'pelajaran pada isterinya.

Menurut New York Daily News: "Istrinya  benar-benar tidak menyangka suaminya berbuat seperti itu, bahkan dia berpikir suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain.

"Dia belajar untuk menganiaya anjing." kata isterinya.

Meskipun anjing berusia dua tahun itu menderita luka-luka dari perbuatan sang suami, dokter hewan yang merawatnya  mengatakan anjing tersebut  akan pulih dari sakitnya.

Atas perbuatan tersebut Jaminan Medley di denda  $ 535 - sekitar £ 340 - dan polisi telah menuduhnya dengan "pelanggaran"  atau kejahatan kecil  yaitu  kekejaman terhadap hewan.

Shih Tzus adalah  anjing ras  yang  memiliki ukuran dan tinggi sekitar  10.5 inici.
(sumber: mirror)

Tuesday, June 16, 2015

Suami cemburu vagina istri dikasih lem superglue


Abuse: The woman says she was threatened with a machete to comply with her husband

A jealous husband who thought his wife was having an affair decided to get revenge - by putting superglue on her vagina.

The green-eyed husband became obsessed with the idea that his 40-year-old wife was sleeping with her uncle after he dropped her off at home one day in South Africa.

Locking her in a bedroom the 45-year-old forced her to strip while pointing a machete at her and threatened to chop her head off if she did not do as he said.

The distraught woman said: "He had previously tried to cut my hand off so I was terrified.
"He ordered me to lie down and open my legs and then took out super glue and applied it to my vagina.

"I had tears streaming down my face and was begging him to stop, but he didn't seem to care.
"I do not know what would make a man who loves a woman do that to her."
The woman later tried to remove the glue but is now scarred for life which means she won't be able to have sex again and suffers terribly from the pain.

She says she wants to see him arrested but is afraid her husband will come and get her.
She said: "I wanted to press charges but he fled and has not been seen since the incident.
"I am scared that he might come back anytime and remove my head."
(source: mirror.co.uk)

Friday, June 12, 2015

Kucing dan Monyet yang licik

Pada jaman dahulu kala menurut cerita, ada seekor kucing dan monyet yang hidup berdampingan sebagai hewan peliharaan seorang janda tua di suatu rumah. Monyet dan Kucing berteman baik dan sering bermain, keluyuran dan sama-sama berbuat nakal. Tiap hari yang mereka lakukan adalah bagaimana mendapatkan makanan dan mereka tidak perduli bagaimana cara mendapatkannya.

Suatu hari ketika mereka sedang duduk di dekat perapian, mereka sibuk kacang kastanya (chestnut). Tetapi mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan kacang-kacang tersebut dari bara api. Mereka pun mencari cara untuk mengeluarkan kacang tersebut dari panggangan api 

"Saya dengan senang hati akan mengeluarkan kacang tersebut dari panggangan api," kata monyet yang licik, "Tetapi kamu hai kucing, kamulebih ahli dalam hal ini dibandingkan saya. Tariklah keluar kacang-kacang tersebut dari api lalu  kita akan membaginya kacang-kacang ini dengan adil."

Sang Kucing lalu menjulurkan tangannya dengan hati-hati, lalu dengan cepat menarik kacang yang sangat panas dari panggangan api. Ia mengulangi lagi dan menarik kacang tersebut keluar sedikit demi sedikit, dan pada usaha ketiganya, sang Kucing berhasil menarik keluar kacang tersebut. Aksi ini di lanjutkan beberapa kali terhadap kacang yang masih ada dalam panggangan. Secepat tangannya yang menarik kacang tersebut dari api, secepat itu pula sang Monyet mengambil dan memakannya.

Tak lama kemudian sang pemilik rumah pun pulang, kucing dan monyet kaget lalu lari bersembunyi agak tidak dimarahi oleh ibu janda tua. Kucing yang bekerja keras hingga telapaknya melepuh oleh panasnya bara  api, tidak mendapatkan satu buah kacang pun dari apa yang ia kerjakan, sementara sang monyet tinggal menikmati hasil kerja sang kucing.. Sejak saat itu  sang Kucing tidak pernah ma lagi berteman dan bekerja sama dengan sang Monyet yang terlihat lugu namun penuh siasat dan licik itu. Sang Kucing beranggapan, pertemanannya dengan sang Monyet itu ternyata ia hanya dijadikan alat untuk mencapai segala keinginan sang monyet.

Teman yang baik pasti akan selalu setia, saling berbagi dan tidak melupakan jasa.


Sunday, May 17, 2015

Circle of Gold



Mattie curled herself into the warm a center of the bed and listened for the early morning sounds of her mother and twin brother-kitchen sounds and bathroom sounds. But the apartment was silent. On the count of three, she told herself, she would get.

          One…. One  and a half … two …. Two and half … three …. Mattie threw back the covers and jumped out of bed. When her feet touched the cold, smooth wooden floor she caught her breath and raced out of the bedroom.


A quick cheek of the apartment told her that Mama wasn’t there. Mattie stopped to pick up the newspapers scattered on the living room rug. Since Daddy had died, Mama had lost all interest in keeping the place neat.  Walking down the narrow hallway again, Mattie paused by her mother’s room. The empty bed with its wrinkled white sheets and tossed pillows looked like a stormy sea.


Continuing down the hall. Mattie peeked into her brother’s room. She could just see the top of Matt’s curly head poking above the covers. His drawing pad was on the bed and the easel he used for his painting stood against the window, draped with a sheet. The jars of water he used to wash his paintbrushes were lined up like colorful sentries aling the windowsill.


In the kitchen, Mattie found  a note propped against the sugar bowl on the table. Kids, Went to working early. Will be home late. Get dinner and do your homework.


Mattie frowned. Mamahad to work late again. This was the fourth time in the past two weeks. How could Mama do the superintendent chores and work overtime at the factory too? Eventually Mrs. Rausch, the Manager of their building, was going to find out that things were falling apart at 6129 Julian Street. Mrs. Adams was complaining about her dripping kitchen faucet. The Reynolds’s radiators didn’t work, and old Mr. Richards wanted a new stove. If word got to Rausch, Mama would be in trouble. Rausch the Rat was what Mattie called the real estate agent, but not so anyone could hear.


Mattie poured oatmeal into a pot of boiling water and stirred it furiously. She forced back the tears that came when she remembered how things used to be when Daddy was alive. He would have fixed the faucet and the radiators and ordered a new stove for Mr. Richards.

“And he would kiss me and call me his princess,” Mattie murmured. Mama never did that. Mattie ached for her father. She was only eleven and it didn’t seem fair that she would never see him again. Daddy had gone to work as usual one day six months ago, and on his way home some drunk driver had hit his car and killed him. From that day everything in her life had changed.


Mattie turned the stove down to simmer and called out to her brother. “Get yourself up. Matt Matisse. I’ve got the cereal cooking.”

Matt hated oatmeal, but she couldn’t stand his favorite either-Malt-o-Meal. He wouldn’t be happy about the oatmeal but they had agreed that the first one up got to choose breakfast.

Mattie poured the oatmeal into two bright yellow bowls and was already eating when Matt took his place at the table. He groaned when he saw the oatmeal, but that was the only greeting he gave Mattie.

The twins ate silently, cleaned the kitchen, and left for school. Matt didn’t even seem to notice the bright sunshine and cotton candy clouds that promised a glorious April day. Mattie hummed to herself as she waited for her brother to speak. When he did, the words fairly exploded of him.

“Darn it. Mattie. Oatmeal again and I didn’t have a clean shirt and I didn’t have a chance to tell Mama that the Reynolds stopped by again yesterday afternoon about their radiators. They want them fixed now,” he stormed. Matt was as thin and copper-colored as Mattie, and he had the same large dark eyes.

“look, Matt, I’ll do the wash tonight. Did you tell Mr. Reynolds that Mama put in their request?”

“No, because I don’t think Mama did put it in, Mattie. Things are getting worse all the time.” Matt kicked at the pavement in frustration.

“not worse, just the same, “ Mattie sighed. She watched her brother, knowing there was more.

“Mama won’t eat,” he continued. “She hardly sleeps. The house is a mess except for the times you clean it. I never know whether she’s going to cry or smile or yell. We never laugh anymore, Mattie. We never have any fun. You call this a family?” his brown eyes challenged her.

Maybe it was because they were twins and twins were special, Mattie knew. But they understood one another and fiercely protected one another. Mattie wanted to say something now to comfort her brother, but before she had a chance, her best friend, Toni Douglas, called to them from the corner by her apartment building Mattie eyed her twin and they silently agreed to erase their faces. She and Matt had always been able to communicate without using words.

“Hey girl, ready for the math test!” Toni shouted as she waited for them to catch up. She was a bouncy, cheerful girl with bright black eyes and thick black hair that she wore in braids. A fire-engine red beret was perched on the side of her head.

“Well, are you ready?” she repeated, not event noticing when Matt barely mumbled good bye and walked on. “I did my homework but I just know I’m going to fail. You know what, Miss Mattie Mae Benson? I’m just too young to understand fractions.”

Mattie didn’t answer. She pulled her thick navy sweater around her shoulders and watched matt walk away. Her thin brown face would have been unremarkable except for her eyes. Intelligence and caution existed together

Wednesday, March 25, 2015

Jakarta tempo dulu

Pada tahun 1865, R.A. Sastrodarmo menulis buku yang berjudul "Kawontenan Ing Nagari Betawi". Dalam buku itu ditulis tentang kehidupan kota betawi pada masa itu. Sastrodarmo menulis, orang-orang laki di Betawi kurang senang berambut gondrong, namun menyukai rambut gundul, barangkali menyesuaikan iklim yang panas.  Peraturan Polisi dilakukan dengan ketat, bila ada persoalan diselesaikan cepat tanpa memungut biaya sedikitpun, dan berlaku tanpa pandang bulu bangsa.

Bagi pembuang sampah yang sembrono kena denda.  Setiap penduduk yang sudah mencapai umur 15 tahun harus punya KTP dan dikeluarkan oleh Lurah (BEK) masing-masing dengan membayar 25 sen.  Siapa yang ketangkap tanpa KTP kena denda kurungan 5 hari.  Selewat jam 19.00 malam dilarang bawa senjata tajam misalnya golok dan sebagainya.  Bagi pedagang yang menetap maupun keliling harus punya Surat Pas yang menerangkan jenis dagangannya.  Setiap jalan besar dijaga

petugas yang kerjanya keliling kampung juga, mereka inilah mata-mata Polisi yang sering menangkap penjahat atau pelanggar peraturan lainnya.  Gardu penjagaan  selalu ada penjaga 2 orang waktu siang, kalau malam 5 orang, bersenjata tombak berujung dua.

Bila ada kebakaran, kentongan dibunyikan bertalu-talu.  Demikian juga bila ada orang mengamuk.  Di Jakarta waktu itu baru ada 4 rumah gadai yaitu didekat pasar: Tanah Abang, Senen, Pasar Baru, dan Glodog.  Kepala penduduk Betawi disebut komendan.  Semuanya ada 4 orang, ditambah seorang jaksa, 4 ajun jaksa dan 12 orang ajudan.  Dibawah ajudan ada para lurah kampung atau yang di sebut BEK, mambawahi Tueidhe dan 2 orang Sarean. 

Pada umumnya menurut buku yang ditulis oleh Soedarmo, lelaki di Betawi kurang senang berambut gondrong, dan lebih  menyukai rambut gundul, mungkin untuk diri dari  menyesuaikan iklim di Betawi yang panas.  
Peraturan yang dibuat Polisi kolonial dilakukan dengan ketat, bila ada persoalan diselesaikan cepat tanpa memungut biaya sedikitpun, dan berlaku tanpa pandang suku bangsa. Bagi pembuang sampah yang sembarang bisa dikenakan denda.  
Setiap penduduk yang sudah berumur 15 tahun harus punya tanda pengenal atau KTP dan KTP itu dikeluarkan oleh Lurah (BEK) masing-masing dengan membayar 25 sen.  Bagi yang telah wajib memiliki KTP tetapi belum memiliki KTP akan dikenai denda kurungan 5 hari.  
Pada malam hari setelah pukul  19.00 malam warga Betawi dilarang bawa senjata tajam semisal golok, pisau dan sejenisnya. Para pedagang yang menetap maupun keliling harus punya Surat Pas yang menerangkan jenis dagangannya.  Setiap jalan besar dijaga  petugas yang kerjanya keliling kampung, mereka inilah mata-mata Polisi yang sering menangkap penjahat atau pelanggar peraturan lainnya.  
Gardu penjagaan  selalu dijaga siang dan malam dan dijaga oleh centeng sebanyak 2-5 orang dengan , bersenjatakan tombak berujung dua.

Bila ada kebakaran, kentongan dibunyikan bertalu-talu.  Demikian juga bila ada orang mengamuk.  Di Jakarta waktu itu baru ada 4 rumah gadai yaitu didekat pasar: Tanah Abang, Senen, Pasar Baru, dan Glodog.  Kepala penduduk Betawi disebut komendan.  Semuanya ada 4 orang, ditambah seorang jaksa, 4 ajun jaksa dan 12 orang ajudan.  Dibawah ajudan ada para lurah kampung atau yang di sebut BEK, mambawahi Tueidhe dan 2 orang Sarean. 

Friday, March 20, 2015

Batavia tempo doloe: Gang Madat

Pada zaman Hindia Belanda merupakan tempat lokalisasi para pemadat (pecandu madat) yang terdapat di sekitar Pasar Tanah Abang. Orang yang kemadatan (ketagihan) madat, dapat melepaskan nafsunya di situ tanpa perlu takut ditangkap oleh pihak yang berwajib. Pada masa  itu, candu di Batavia sangatlah terkenal, sehingga akhirnya sampai-sampai para pedagang mendirikan Perkumpulan Masyarakat Candu di Batavia pada tahun 1745. Lembaga ini adalah sebuah perusahaan swasta yang bermaksud mengontrol perdagangan candu agar mudah diawasi jalur peredarannya. Namun dalam kenyataannya, VOC-Iah yang memonopoli pembelian candu dari Bengal, India dan kemudian membawanya ke Batavia dan menerima 450 rijksdaalders per krat.

Masyarakat Candu ini mendapat hak lelang candu di Batavia, sehingga VOC mendapat beberapa keuntungan: Pertama, dengan memberi hak istimewa kepada perusahaan swasta membeli semua candu dari Bengal, VOC terbebas dari kewajiban mengontrol perdagangan candu di sepanjang pantai utara Jawa. Kedua, VOC merasa aman karena Masyarakat Candu harus membeli semua candu yang dipasok oleh VOC dengan harga tertentu. Dan ketiga, Pembentukan Masyarakat Candu berpengaruh positif bagi perekonomian di Batavia.