Saturday, July 25, 2015

3000 mil bersepeda mencari sang Isteri

Seorang pria Indiana telah memutuskan untuk bersepeda sejauh 3000 mil ke seluruh Amerika Serikat untuk membuktikan kepada istrinya bahwa ia dapat berubah.Eric Hites, lelaki yang memiliki berat 560 pon ini membuat sebuah blog yang berjudul  "Fat Guy Across America" ​​untuk berbagi pengalaman selama perjalanannya kehilangan berat badan dan mendaptkan kembali istrinya. Ide mencari isterinya dengan mengendarai sepeda terinspirasi dari sebuah lagu.


"Saya bersumpah, saya akan melakukannya.. Saya akan mengendarai sepeda dari pantai timur ke pantai barat untuk beberapa alasan, 1. untuk membuktikan rasa cinta saya pada isteri. 2. untuk memulihkan kesehatan dan mengurangi berat badan saya yang tertimbun lemak yang terkumpul selama bertahun-tahun.
 
"Dengan menyelesaikan perjalanan ini, saya berharap untuk mendorong orang lain untuk bangkit dan melakukan hal sama seperti yang saya lakukan, dan tetap bergerak tanpa memperdulikan berat badan mereka. Saya ingin menulis buku ini untuk menginspirasi orang lain dan menginspirasi diri sendiri dan menunjukkan cinta saya, dan saya masih punya cinta. Walau banyak menentang dan melecehkan diluar sana, saya akan membuktikan bahwa mereka salah.
Hites mengatakan kesehatan dan kelebihan berat badan yang buruk itulah yang menyebabkan masalah dalam perkawinannya. "Sebagian besar karena berat badan saya,  saya benar-benar tertekan dan mengakibatkan saya cepat marah dan akhirnya rumah tangga kami berantakan," kata Hites dalam wawancaranya pada ABC News,  Kamis dari Rhode Island. "Isteri saya mungkin akan berpikir saya ngomong doang dan saya akan membuktikannya.." 
Semoga dia beruntung!
(sumber: ABC News)

Monday, July 20, 2015

Kisah mahasiswi Inggris yang menjadi pekerja seks

Nama samarannya adalah Jenny-- pertama kali mendapat bayaran untuk melakukan hubungan seks, adalah ketika ia berusia 18 tahun. Itu dilakukannya di dalam mobil orang asing, di pinggir jalan yang sepi.
Sekitar setahun kemudian, sebagai mahasiswi, ia memutuskan untuk "bersikap serius" dengan  mendaftarkan diri pada sebuah situs layanan perempuan panggilan.


Jenny sekarang berusia 22 tahun, namun ia masih memilih untuk mencari nafkah dengan melakukan hubungan seks dengan orang tak dikenal, tapi dia "selalu waspada" setiap kali melayani pelanggan.

Jenny setuju untuk menceritakan kisah hidupnya sebagai mahasiswi pekerja seks, dengan syarat nama aslinya dilindungi.

Lima persen

Hasil sebuah penelitian yang digolongkan terbesar untuk masalah ini, yang pernah melihat ke masalah baru saja diterbitkan. Temuannya antara lain, lima persen mahasiswi mengaku mereka telah bekerja di industri seks. Itu mencakup antara lain model foto, model web cam, tari telanjang dan pelacuran.

Jenny mengaku tak ada hal khusus yang mendorongnya untuk memutuskan jadi seorang pekerja di bidang prostitusi. "Kalau saya pikir hal ini merendahkan, saya tak akan melakukannya. Saya tidak  menganggapnya begitu, dan ya, saya punya selera juga tentang hidup yang enak."
"Sewa apartemen saya sangat mahal, dan saya tak mau minta uang pada orang tua saya."

Tidak berprasangka

Meskipun Jenny menyebut-nyebut tentang "hidup yang enak," dia mengaku sadar akan risiko berhubungan seks dengan orang asing.
"Saya tidak takut pada laki-laki, (tapi) saya tidak mempercayai mereka. Jadi saya selalu waspada."
"Kadang-kadang mereka seperti penuh tipu daya, jadi saya akan menaruh tas dekat saya dan keluar secepat mungkin.
"Tetapi kebanyakan sih sangat aman."
"Banyak pria yang secara fisik lebih besar dan lebih kuat dari saya. Saya tidak berprasangka mereka akan menekan badan saya dan memaksa saya untuk melakukan hal-hal yang saya tidak mau.
"Saya tidak pernah merasa bahwa misalnya mereka akan memperkosa saya atau apa."

Pilihan mudah

Hukum prostitusi di Inggris tergolong rumit. Jika ada dua orang dewasa setuju untuk melakukan seks dengan imbalan uang, itu legal. Tetapi membuka rumah bordil, iklan layanan seks atau mendorong orang lain agar memberikan jasa seks komersial, tergolong ilegal.

Jenny mengatakan ia tak bisa lagi menghitung jumlah laki-laki yang pernah tidur dengannya. Menurut dia jumlahnya bisa "antara 300 dan 1.000 orang."
Dia mengaku tahu risiko kesehatan akibat tidur dengan begitu banyak orang.
"Saya dites darah setiap tiga bulan. Saya tidak pernah berhubungan seks tanpa kondom dengan mereka (klien) kendati sering diminta, namun saya tak mau ambil risiko."
Jenny berpikir bahwa, seperti juga baginya, uang adalah faktor pendorong bagi sebagian besar mahaiswi yang bekerja di industri seks.
"Seks sudah lebih diterima oleh masyarakat.
"Kita bisa mendapatkan uang dalam jumlah besar secara cepat, saya pikir banyak perempuan muda melihatnya sebagai pilihan yang mudah."
(dikutip dari: BBC)




Sunday, July 19, 2015

Kisah serdadu Jepang marahi pejuang Indonesia yang pengecut


Rahmat Shigeru Ono adalah mantan tentara Jepang yang kemudian berpihak kepada pasukan Indonesia. Setelah bergabung Shigeru Ono mengajari para pemuda Indonesia menjadi tentara untuk bertempur melawan dan mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda.


Umumnya pemuda yang dilatih Rahmat hampir semuanya adalah pemuda desa. Para pemuda itu  sama sekali belum pernah menimba ilmu kemiliteran.  Inilah kisah  menarik soal Rahmat Ono dan pasukan gerilya yang dipimpinnya menghadapi serangan dari Belanda.


Pada Tanggal 17 Juni 1947, Letnan Rahmat Shigeru Ono mengintai posisi markas tentara Belanda di Mojokerto. Pasukannya berada dalam kondisi siap tempur membidik pasukan musuh. Rahmat Ono memberikan komando menyerang kepada seluruh pasukannya, suara tembakan beruntun gencar memecah kesunyian pagi. Tentara Belanda langsung memberikan serangan balik. Rentetan senapan otomatis menyalak galak dari markas musuh.


Rahmat Ono terkejut. Di tengah desingan peluru, suara tembakan balasan dari tentara Indonesia tidak terdengar lagi. Dia menengok ke belakang. Mantan sersan Jepang ini begitu kaget melihat seluruh pasukan Indonesia yang dipimpinnya sedang bersembunyi ketakutan di dalam lubang persembunyian.

Rahmat Ono naik pitam  melihat kepengecutan pasukannya. Dengan marah dia berteriak diantara  desingan peluru. "Ayo dengar suara tembakan dengan baik. Jika suaranya pyuu pyuu itu suara tembakan ke atas, masih aman. Jika suaranya buzt buzt itu tembakan ke depan. Berlindung, jangan keluar dari lubang persembunyian, balas tembakan dari lawan!" teriak Rahmat. Dia berhasil mengusir ketakutan para pemuda. Pelan-pelan anak buahnya mulai berani memberi tembakan balasan.


Pertempuran berlangsung seru. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Pohon di belakang Rahmat Ono roboh. Sadarlah dia, Belanda ternyata memiliki artileri. Lubang perlindungan tentara Indonesia terkena tembakan arteleri meriam belanda yang mengakibatkan berhamburan keluar dari lobang perlindungan dan salah satu pejuang, Abdul Majid Yamano teruruk didalam lobang perlindungan itu. Rahmat sempat panik. Dia berlari ke arah lubang tersebut dan berteriak "Yamano.. Yamano.." 


Lubang perlindungan sudah tertutup tanah. Dia melihat ada seorang yang terkubur tanah akibat ledakan. Cuma terlihat mata dan mulut saja. Digalinya tanah itu, ternyata Abdul Majid Yamano. Untungnya Yamano masih hidup saat terkena peluru meriam. Rahmat merasa sangat bersyukur.


Cobaan belum selesai. Dalam serangan itu, pasukan Indonesia masih bisa bertahan karena mereka punya Jukikanju atau senapan mesin berat. Dalam sebuah pertempuran, senapan mesin berat ibarat jantung pasukan. 


Nah, tiba-tiba Jukikanju tersebut macet. Tak ada jalan lain, pasukan pun terpaksa mundur. 


Rahmat berpesan agar Jukikanju beserta kakinya dibawa mundur, jangan sampai ditinggal. Namun betapa marahnya dia saat mengetahui kaki Jukikanju itu tertinggal. Dia marah besar. Tanpa kaki penyangga, senapan mesin berat itu tak bisa digunakan lagi.

"Kalau tidak menghargai senjata seperti ini, pasti Indonesia tidak akan bisa merdeka. Saya akan mengambil kaki senjata ini, karena tidak boleh jatuh ke tangan tentara Belanda," kata Rahmat pada pasukannya.

Saat Rahmat hendak berangkat seorang diri, Abdul Majid Yamano mau ikut. Rahmat terharu karena itu misi bunuh diri. Untuk apa dua orang mati. Tapi Yamano tak mau mundur. Lewat perjuangan keduanya berhasil membawa pulang kaki senapan mesin tersebut.


"Ini bentuk kesetiakawanan antartentara. Tuhan membantu kita dan kita bisa selamat membawa kaki senjata itu," kenang Rahmat penuh haru.


Tapi dia juga mengenang kejadian itu sebagai sesuatu yang lucu. "Saking marahnya saya waktu kaki juki tertinggal, saya marah-marah pakai bahasa Jepang. Coba di antara para pemuda itu, siapa yang mengerti bahasa Jepang," kenang Rahmat Ono geli.


Kisah hidup Ono kemudian dituliskan menjadi buku oleh Eiichi Hayashi. Di Indonesia buku ini berjudul Mereka Yang Terlupakan, Memoar Rahmat Shigeru Ono. Diterbitkan Ombak tahun 2011.


Samurai Jepang ini meninggal dunia di Batu Malang, Senin (25/8) lalu. Dia adalah prajurit terakhir Jepang yang pernah tinggal dan membela Indonesia mempertahankan kemerdekaan. (Merdeka.com)


Baca juga:


30 kali ditolak kerja akhirnya jadi milyuner

Berpuluh tahun yang lalu, lelaki kurus ini bukanlah orang penting apalagi memiliki kekayaan yang melimpah. Dia cuma pengangguran yang minim prestasi sewaktu sekolah hingga kuliah. Namun siapa sangka Jack Ma, nama lelaki itu kini telah menjadi terkenal sebagai pendiri e-commerce Alibaba terbesar di China, perusahaan yang bersaing ketat dengan eBay milik Amerika.
 
Apa yang didapat oleh Jack Ma bukanlah suatu mukjijat. Keberhasilannya untuk menjadi pribadi yang sukses tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kesungguhan dan tekad kuatnya yang seperti bajalah yang membuat kesuksesan berpihak pada dirinya.

Seperti yang dikutip dari  businessinsider.co.id, Ma mengungkapkan dirinya sudah terbiasa dengan berbagai kesulitan dan penolakan-penolakan, bahkan untuk masuk kuliah pun, Ma sudah terlebih dahulu ditolak tiga kali oleh kampus.

Selepas lulus kuliah  30 kali Jack Ma mengalami penolakan kerja dari perusahaan yang ia kirimi lamaran untuk bekerja. Penolakan-penolakan itu nyaris membuatnya putus asa.

"Saya mau menjadi polisi, mereka bilang saya tidak pantas. Bahkan sewaktu saya melamar ke KFC di kota saya, dari 24 orang yang melamar hanya saya yang tidak diterima," kenang Ma.

Tak putus asa, di tahun 1999 bersama temannya Ma memiliki ide untuk mencoba usaha dibidang e-commerce. Jack Ma dan temannya tahu, untuk mendirikan usaha itu ia dan temannya harus kreatif  untuk mendapatkan bantuan modal dari bank. Modal didapat akhirnya dia meluncurkan produk e-commerce pertamanya  yang diberi nama Aliplay.

Banyak orang menyangsikan Aliplay yang mewadahi jual beli antar kurs dalam perdagangan internasional. "Mereka bilang ini ide paling bodoh yang pernah saya lakukan. Saya tidak peduli selama orang dapat menggunakannya," tutur dia.

Dengan keuletannya menjalankan bisnis e-commerce kini Ma dinobatkan sebagai orang terkaya di China dengan total kekayaan 20,4 miliar dolar. Bahkan produk perusahaan Ma mampu menarik 100 juta orang setiap harinya.

Ma pun tak gentar jika  harus bersaing dengan eBay yang tampak lebih perkasa. Jack Ma yakin kepercayaan pasar, utamanya di China sudah berada di dalam genggamannya. 

Jack Ma adalah inspirasi bagi orang yang ingin sukses dan pantang menyerah.

Saturday, July 18, 2015

Kisah Tukang Tatto Yakuza Yang Masuk Islam

Pria Jepang ini bernama Takazawa. Ia dikenal sebagai tukang tatto geng Yakuza yang ditakuti di Jepang. Dengan penampilan rambut yang gondrong dengan tubuh yang dipenuhi tato siapapun akan segan bila berhadapan dengannya.
Namun hidayah Allah datang dengan tak terduga dan hidaya itu datang kepada Taki Takazawa, sang pembuat tatto anggota geng Yakuza.

Kehidupan Takazawa telah berubah total dari sebelumnya. Perubahan besar terjadi ketika ia memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Namanya pun kini berganti menjadi Abdullah Taki Takazawa.

Setelah mendalami Islam di masjid Nabawi atas bimbingan Imam Besar Masjid Nabawi selama berbulan-bulan Takazawa kini telah menjadi Imam besar di sebuah masjid di Ibukota Jepang, Tokyo.

Suara indahnya begitu menyejukkan ketika ketika ia mengumandangkan azan yang bisa terdengar hingga seantero Tokyo tiap kali waktu salat tiba.

Perkenalan Takazawa dengan Islam berlangsung secara tidak sengaja. Ketika itu Takazawa sedang beraada di wilayah Shibuya untuk suatu urusan. Ia melihat seseorang lelaki tua berwajah bersih dengan berkulit putih dan berjanggut putih. Orang itu mengenakan baju dan turban yang juga berwarna putih. Ledlaki bersurban putih itu mendatanginya dan memberikan kertas putih dan menyuruhnya untuk membaca kalimat yang ada dalam kertas itu.

Kalimat yang tertulis di kertas itu ternyata bertuliskan Syahadat yang artinya pengakuan bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad Utusan Allah. Takazawa benar-benar tidak mengerti dengan tulisan itu, namun ia mencari tahu Ia juga sebelumnya pernah mendengar tentang Islam. Perjuangannya dalam mencari tahu tentang Islam akhirnya berbuah hasil. Takazawa memutuskan untuk menjadi muslim dan memutuskan untuk berhenti sebagai tukang tato.

2 tahun kemudian, diluar dugaan Takazawa bertemu lagi dengan lelaki bersurban putih yang telah memberinya 'kertas berharga' tersebut. Lelaki itu ternyata adalah Imam Besar di Masjdi Nabawi, kota Madinah, Arab Saudi. Imam Masjid Nabawi tersebut meminta Takazawa untuk melaksanakan ibadah haji dan sekaligus memperdalam ilmu Islamnya di Kota Mekah selama beberapa bulan.

Abdullah Taki Takazawa haji ke Mekah atas undangan pemerintah Arab Saudi pada tahun 2008, melanjutkan studi tentang melakukan dakwah selama berada di Saudi. Sewaktu Takazawa berada di Madinah ia bahkan pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi.

Sepulangnya dari Arab, Takazawa dipercaya untuk menjadi Imam di sebuah masjid besar di wilayah Kabukicho, Tokyo. Kini, Abdullah Taki Takazawa dikenal sebagai satu dari lima Imam besar Masjid yang ada di Jepang. 

Friday, July 3, 2015

Menggotong masjid Raden Saleh (Al Makmur), Jakarta

Masjid Al Makmur atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raden Saleh adalah salah satu mesjid tua yang ada di Jakarta yang dibangun pada tahun 1923/1924. Masjid ini merupakan pindahan dari sebuah mushola/mesjid sederhana dari kayu dan gedek, yang kurang lebih sejak tahun 1850 pernah berada dalam kebun luas pelukis termasyhur Raden Saleh. Istrinya Raden Saleh yang diceraikan (1864), menjual tanah beserta rumahnya kepada keluarga Alatas. Kurang lebih tiga puluh tahun sesudahnya bekas rumah Raden Saleh dibeli (1897) oleh Vereeniging voor Ziekenverpleging, yang membuka Koningin Emma Ziekenhuis, yaitu Rumah sakit Cikini, pada tahun berikutnya. Masjid ini dipindahkan dengan cara memanggulnya secara bergotong-royong beberapa meter ke arah timur ke tempat sekarang, yakni di tepi Ciliwung dan Jl. Raden Saleh. Pemindahan ini dilakukan demi kepentingan jemaat, supaya dapat menggunakan air Ciliwung yang masih bersih pada awal ke-20.

Sayid Ismail bin Sayid Abdullah bin Alwi Alatas menjual sebagian tanah bekas milik istri Raden Saleh kepada Koningin Emma Stichting untuk membangun dan mengurus Rumah Sakit Cikini. Pada tahun 1906 pengadilan memenangkan Sayid Ismail sebagia pemilik tanah yang sah. Maka, ia menjual tanah tempat masjid ini berdiri kepada rumah sakit (1923). Pada tahun 1924 pihak rumah sakit ingin supaya masjid yang masih berdiri di atas tanah yang dibelinya itu dipindahkan lebih jauh. Tetapi, jemaat maupun beberapa tokoh umat Islam di Batavia menentang rencana itu, karena tanah ini dianggap wakaf dari Raden Saleh untuk membangun masjid.

Sebuah panitia yang didukung antara lain oleh H. Agus Salim kemudian membangun masjid kembali hingga menjadi yang kokoh seperti sekarang. Pada tahun 1932/1934 terjadi perombakan dan penambahan gedung dengan dukungan Sarikat Islam. Menara masjid ini luar biasa untuk Jakarta, karena tidak lancip di atas, melainkan membentuk kubah. Masalah tanah baru selesai pada tahun 1991, waktu pihak Rumah Sakit Cikini menyerahkan tanahnya kepada Pengurus Masjid al Makmur. Dua tahun kemudian dilaksanakan pemugaran dan perluasan lagi hingga telihat lebih luas dan megah.

Wednesday, July 1, 2015

Sejarah Gerakan anti Cina di Indonesia 1959

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1959 adalah sebuah peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1959 dan ditanda tangani oleh Menteri Perdagangan Rachmat Mujomisero yang berisi tentang larangan orang asing berusaha di bidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bawah (di luar ibu kota daerah) dan wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia [1]
Peraturan ini menjadi kontroversial karena pada penerapannya memakan korban jiwa (dikenal sebagai kerusuhan rasial Cibadak), dan mengakibatkan eksodus besar-besaran orang Cina (belum warganegara Indonesia) dan keturunan Tionghoa kembali ke Cina.

Latar belakang dan dampak

  • Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, rakyat Indonesia mengalami euforia kemerdekaan dan merebut banyak perusahaan-perusahaan milik asing dan dinamakan "sentimen anti Belanda". Di antara perusahaan-perusahaan yang direbut termasuk Koninklijke Pakketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran milik Belanda yang melayani jalur transportasi dagang dari Belanda menuju Indonesia oleh kelompok buruh Marhaen, dan perebutan-perebutan lapangan-lapangan minyak oleh kelompok pekerja lapangan dan pengilangan minyak zaman kolonial yang bersenjata dan menamakan diri "Laskar Minyak"[2].
  • Namun setelah beberapa waktu pemerintah Indonesia menyadari bahwa orang Indonesia yang terlatih dan berpengalaman terlalu sedikit. Kaum pribumi pun tidak memiliki modal kuat dan nyaris tidak mungkin bersaing dengan perusahaan asing dan Tionghoa [3]. Perusahaan-perusahaan ini mengalami kemunduran setelah diambil alih. Sebagai jalan keluar ditanda tangani persetujuan di Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda yang isinya Pemerintah akan mengembalikan semua perusahaan asing yang telah diambil alih kepada pemiliknya. Sebagai gantinya untuk memperkuat ekonomi pribumi berdasarkan persetujuan Konferensi Meja Bundar maka pemerintah Indonesia diberikan hak untuk mengeluarkan peraturan yang melindungi kepentingan nasional dan "golongan ekonomi lemah".
  • Pada awal 1950 dikeluarkanlah Program Benteng importir oleh Menteri Kesejahteraan Djuanda, yang mengumumkan bahwa hanya pengusaha pribumi saja yang diberi izin mengimpor barang tertentu yang dikenal sebagai sebutan barang benteng. Dalam penerapannya hal ini menelurkan istilah "Ali Baba" yang berarti kongsi antara kaum pribumi yang memiliki akses birokrasi dengan pengusaha Cina.
  • Pada tanggal 19 Maret 1956 pada Kongres Importir Nasional Seluruh Indonesia di Surabaya, Asaat Datuk Mudo, Mantan Pejabat Presiden Republik Indonesia berorasi bahwa orang-orang Cina telah bersikap monopolistis dalam perdagangannya dengan tidak membuka jalan bagi penduduk pribumi untuk ikut berdagang.
Orang-orang Cina sebagai satu golongan yang eksklusif menolak masuknya orang-orang lain, terutama dalam bidang ekonomi. Mereka begitu ekslusif sehingga dalam praktiknya bersikap monopolistis...
. Sebagai penutup Asaat berkata bahwa ia percaya bahwa pada masa itu diperlukan perlindungan khusus di bidang ekonomi kepada warga negara Indonesia asli.
  • Dilihat dari fakta yang terjadi dilapangan pada era 1950an hampir semua toko di Indonesia dimiliki pengusaha keturunan Tionghoa. Mulai dari toko kelontong, toko bangunan, hingga toko makanan. Hal ini dibenarkan oleh pengamat budaya Betawi, Alwi Shahab yang menyatakan bahwa pada masa mudanya di daerah Kwitang, Jakarta Pusat, pusat perekonomian di Jakarta betul-betul bergantung pada pengusaha keturunan Tionghoa.
Jangan bayangkan ada warung Padang atau yang lain seperti sekarang. Semua dikuasai orang Cina
  • Pidato ini menjadi awal "gerakan Asaat" atau "pribumisasi" yang dinilai berpengaruh besar pada gerakan anti-Cina selanjutnya. Pada bulan November 1959 dikeluarkan PP Nomor 10 tahun 1959 yang berisi larangan untuk orang asing berusaha di bidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bahwa dan wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia, dan mereka diharuskan menutup perdagangannya sampai batas 1 Januari 1960. PP No.10 ini dimaksudkan untuk menyehatkan perekonomian nasional, namun menimbulkan ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok. Dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri Subandrio dengan Duta Besar Cina untuk Indonesia (Huang Chen) di Jakarta, pemerintah Peking mendesak peninjauan kembali PP No. 10 dan permintaan itu ditolak [4]. Selanjutnya di depan sidang parlemen, Menteri Subandrio menegaskan, sama sekali tidak diperdapat anasir-anasir anti Cina dalam hubungan pelaksanaan PP No. 10. Pelaksanaan PP No. 10 tersebut, selain merupakan dimulainya nasioanalisasi dan sosialisasi di bidang ekonomi, juga merupakan bagian pelaksanaan dalam revolusi Indonesia, katanya. Dalam nasionalisasi tersebut, PP No.10 memerintahkan agar usaha-usaha pedagang eceran bangsa asing di luar ibukota kabupaten harus ditutup dan pedagang itu hanya boleh berdomisili di tempat tinggalnya. Sedangkan tempatnya berjualan selama ini tidak dibenarkan digunakan untuk usaha dan semua barang-barangnya yang berada di dalam tempatnya berjualan harus diserahkan kepada koperasi[5]. Pemerintah Cina pun berang, pada tanggal 10 Desember 1959 radio Peking mengumumkan ajakan warga Cina perantauan untuk kembali ke "kehangatan Ibu Pertiwi". Kedubes RRT di Jakarta segera mendaftar Cina perantau yang tertarik oleh ajakan itu.
  • Pada praktiknya "orang asing" pada pasal ini terbatas hanya pada orang Tionghoa karena dari 86.690 pedagang kecil asing yang terdaftar, 90 persennya adalah orang Tionghoa. Saat peraturan ini diterapkan, sekitar 500 ribu pengusaha keturunan Tionghoa terimbas (Majalah Tempo) sedangkan Harian Waspada memiliki perhitungan lain, yaitu terdapat sekitar 25.000 warung/kios milik pedagang asing yang umumnya orang Cina yang terkena PP No. 10 (harian Waspada 1960) [6]. Tercatatat bahwa di beberapa tempat penerapannya juga dipaksakan dengan kekuatan militer; tidak hanya tidak diperbolehkan berdagang, namun orang Tionghoa dilarang tinggal di tempat tersebut. Di Curut, Cibadak, dan Cimahi hal ini memakan korban. Di Cimahi, Jawa Barat, terjadi pengusiran orang Tionghoa dan tentara menembak mati dua perempuan Tionghoa (Majalah Tempo). Namun harian Waspada yang terbit pada tahun 1960 menilai lain, secara umum pelaksanaan PP 10 berjalan lancar, namun di beberapa daerah wilayah Indonesia, seperti Bandung dan Medan, ada pedagang-pedangan asing (Cina) yang menyulitkan pelaksanaan PP 10 sehingga sempat menimbulkan gejolak. Banyak pedagang yang mencoba melakukan praktik spekulasi dengan menutupi/ mengosongkan tokonya dan menimbun barang dagangannya di gudang serta menaikkan harga bahan pokok. Apalagi setelah keluarnya peraturan pemerintah mengenai penyesuaian harga barang-barang. Sesuai instruksi khusus Kejaksaan Agung, di beberapa daerah termasuk di Sumut dibentuk Tim Pengawasan Ekonomi yang bertugas untuk mengadakan pengawasan di bidang ekonomi, menstabilkan harga, mengadakan tindakan drastis kepada siapapun juga yang menghalangi program sandang pangan yang dilakukan pemerintah. Tim Operasi Pengawasan Ekonomi yang dibentuk di Sumut berhasil menemukan 200 gudang di Medan yang menimbun bahan-bahan sandang pangan. Dan kepada pedagang bersangkutan dikenakan hukuman badan[7].
  • Menanggapi himbauan Pemerintah Peking, sekitar 199 ribu yang mendaftar, namun hanya 102 ribu yang terangkut ke Cina menggunakan kapal yang dikirim oleh pemerintah RRT.[8] [9]. Ketegangan berkurang setelah Perdana Mentri RRT Zhou Enlai menemui Presiden Soekarno.

Pro dan Kontra

Menurut sejarawan Mestika Zed dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat; Asaat Datuk Mudo merupakan nasionalis sejati yang selalu berpijak pada fakta di lapangan. Ekonomi pribumi pada waktu itu (setelah kemerdekaan) lemah, terkatung-katung, dan tidak ada yang membela. Sementara sejak masa kolonial kedudukan ekonomi orang Cina selalu di atas pribumi. Setelah Indonesia merdeka, mereka menguasai perekonomian mulai dari skala kecil, menengah, hingga yang besar. Gagasan Assaat belakangan diterapkan oleh Tunku Abdul Rahman dan Mahathir Mohammad sebagai kebijakan ekonomi untuk melindungi mayoritas melayu di Malaysia.

Menilik dari sejarahnya, pada awal kemerdekaan keturunan Cina selalu dicurigai karena mereka terbagi dalam tiga kelompok yaitu; "pro Belanda", "pro pemerintah Cina", dan "pro pergerakan nasionalisme Indonesia". Ada juga kelompok warga Tionghoa yang menyetujui "pembauran" atau "pribumisasi" warga Tionghoa melalui Islam dan PITI sebagai organisasi Islam. Buya Hamka termasuk dalam kelompok ini. Mereka telah memberikan kesempatan dan dukungan pada warga Tionghoa untuk membuktikan bahwa mereka ingin dan mau berusaha menjadi warga negara Indonesia yang "baik". Sebaliknya warga pribumi juga banyak yang bersahabat dan pernah bekerja sama dengan warga Tionghoa dalam pergerakan nasionalisme Indonesia. Beberapa tokoh Tionghoa pun berusaha keras mendorong "kembalinya" warga Tionghoa ke pangkuan Republik Indonesia. Yap Thiam Hien, pengacara yang terkenal berjiwa nasionalis Indonesia mendirikan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) pada 1954. Organisasi yang bertujuan untuk "mewarganegarakan warga Tionghoa" khususnya mereka yang berorientasi kepada pemerintah Belanda dan kepada Pemerintah Cina. Lembaga ini juga berjasa menyusun Undang-Undang kewarganegaraan Tahun 1958 yang diimplementasikan pada awal 1960 [10]

Namun Leo Suryadinata, pengajar di Universitas Nasional Singapura berpendapat bahwa baik peraturan benteng maupun PP 10 tahun 1959 adalah awal perlakuan anti-Tionghoa di Indonesia. Menurutnya pada zaman kolonial orang Cina umumnya hanya pedagang kecil, namun setelah Indonesia merdeka kedudukan bisnis mereka lebih kuat, karena itu pengusaha dan pedagang "pribumi" merasa tidak bisa bersaing dan ingin mengambil alih bisnis orang Tionghoa dengan kekuatan pemerintah. Aturan diskriminatif ini juga dilansir sebagai upaya melestarikan politik pecah belah.
(sumber: wikipedia.org)