Sunday, July 19, 2015

Kisah serdadu Jepang marahi pejuang Indonesia yang pengecut


Rahmat Shigeru Ono adalah mantan tentara Jepang yang kemudian berpihak kepada pasukan Indonesia. Setelah bergabung Shigeru Ono mengajari para pemuda Indonesia menjadi tentara untuk bertempur melawan dan mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda.


Umumnya pemuda yang dilatih Rahmat hampir semuanya adalah pemuda desa. Para pemuda itu  sama sekali belum pernah menimba ilmu kemiliteran.  Inilah kisah  menarik soal Rahmat Ono dan pasukan gerilya yang dipimpinnya menghadapi serangan dari Belanda.


Pada Tanggal 17 Juni 1947, Letnan Rahmat Shigeru Ono mengintai posisi markas tentara Belanda di Mojokerto. Pasukannya berada dalam kondisi siap tempur membidik pasukan musuh. Rahmat Ono memberikan komando menyerang kepada seluruh pasukannya, suara tembakan beruntun gencar memecah kesunyian pagi. Tentara Belanda langsung memberikan serangan balik. Rentetan senapan otomatis menyalak galak dari markas musuh.


Rahmat Ono terkejut. Di tengah desingan peluru, suara tembakan balasan dari tentara Indonesia tidak terdengar lagi. Dia menengok ke belakang. Mantan sersan Jepang ini begitu kaget melihat seluruh pasukan Indonesia yang dipimpinnya sedang bersembunyi ketakutan di dalam lubang persembunyian.

Rahmat Ono naik pitam  melihat kepengecutan pasukannya. Dengan marah dia berteriak diantara  desingan peluru. "Ayo dengar suara tembakan dengan baik. Jika suaranya pyuu pyuu itu suara tembakan ke atas, masih aman. Jika suaranya buzt buzt itu tembakan ke depan. Berlindung, jangan keluar dari lubang persembunyian, balas tembakan dari lawan!" teriak Rahmat. Dia berhasil mengusir ketakutan para pemuda. Pelan-pelan anak buahnya mulai berani memberi tembakan balasan.


Pertempuran berlangsung seru. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Pohon di belakang Rahmat Ono roboh. Sadarlah dia, Belanda ternyata memiliki artileri. Lubang perlindungan tentara Indonesia terkena tembakan arteleri meriam belanda yang mengakibatkan berhamburan keluar dari lobang perlindungan dan salah satu pejuang, Abdul Majid Yamano teruruk didalam lobang perlindungan itu. Rahmat sempat panik. Dia berlari ke arah lubang tersebut dan berteriak "Yamano.. Yamano.." 


Lubang perlindungan sudah tertutup tanah. Dia melihat ada seorang yang terkubur tanah akibat ledakan. Cuma terlihat mata dan mulut saja. Digalinya tanah itu, ternyata Abdul Majid Yamano. Untungnya Yamano masih hidup saat terkena peluru meriam. Rahmat merasa sangat bersyukur.


Cobaan belum selesai. Dalam serangan itu, pasukan Indonesia masih bisa bertahan karena mereka punya Jukikanju atau senapan mesin berat. Dalam sebuah pertempuran, senapan mesin berat ibarat jantung pasukan. 


Nah, tiba-tiba Jukikanju tersebut macet. Tak ada jalan lain, pasukan pun terpaksa mundur. 


Rahmat berpesan agar Jukikanju beserta kakinya dibawa mundur, jangan sampai ditinggal. Namun betapa marahnya dia saat mengetahui kaki Jukikanju itu tertinggal. Dia marah besar. Tanpa kaki penyangga, senapan mesin berat itu tak bisa digunakan lagi.

"Kalau tidak menghargai senjata seperti ini, pasti Indonesia tidak akan bisa merdeka. Saya akan mengambil kaki senjata ini, karena tidak boleh jatuh ke tangan tentara Belanda," kata Rahmat pada pasukannya.

Saat Rahmat hendak berangkat seorang diri, Abdul Majid Yamano mau ikut. Rahmat terharu karena itu misi bunuh diri. Untuk apa dua orang mati. Tapi Yamano tak mau mundur. Lewat perjuangan keduanya berhasil membawa pulang kaki senapan mesin tersebut.


"Ini bentuk kesetiakawanan antartentara. Tuhan membantu kita dan kita bisa selamat membawa kaki senjata itu," kenang Rahmat penuh haru.


Tapi dia juga mengenang kejadian itu sebagai sesuatu yang lucu. "Saking marahnya saya waktu kaki juki tertinggal, saya marah-marah pakai bahasa Jepang. Coba di antara para pemuda itu, siapa yang mengerti bahasa Jepang," kenang Rahmat Ono geli.


Kisah hidup Ono kemudian dituliskan menjadi buku oleh Eiichi Hayashi. Di Indonesia buku ini berjudul Mereka Yang Terlupakan, Memoar Rahmat Shigeru Ono. Diterbitkan Ombak tahun 2011.


Samurai Jepang ini meninggal dunia di Batu Malang, Senin (25/8) lalu. Dia adalah prajurit terakhir Jepang yang pernah tinggal dan membela Indonesia mempertahankan kemerdekaan. (Merdeka.com)


Baca juga:


No comments:

Post a Comment