Thursday, June 16, 2016

Kisah seorang mantan Pecandu Narkoba

Malam itu, seusai mengonsumsi berbagai jenis narkoba, SL berhalunisasi. Ia sempat teringat nasib istri dan masa depan keluarganya, namun rekan-rekannya terus datang dan menghubungi, membuatnya tak kunjung lepas dari narkoba.
 
SL kemudian menyadari, faktor utama dirinya terjerumus adalah uang. Dalam kondisi setengah sadar, uang kertas sebanyak Rp 16 juta ia keluarkan dari lemari, lalu dibakarnya.
Setelah itu, sistem syaraf pusatnya terganggu hingga membuatnya pingsan. Pihak keluarga yang mencium asap itu langsung mendobrak kamar SL, dan membawanya ke Pondok Rehabilitasi Narkoba Al-Barokah Manggar, Balikpapan.

"Saya tahunya sudah ada di pondok ini. Setelah saya bakar uang Rp 16 juta hasil dari menjual narkoba saya langsung pingsan dan dibawa ke sini (pondok)," ujar SL bercerita usai mengikuti kegiatan rutin rehabilitasi, shalat, dan zikir di Pondok Al-Barokah, belum lama ini. Ia mengungkapkan, selama belasan tahun menjadi pengguna narkoba dan menjadi bandar di kawasan Balikpapan dan Kutai Kartanegara. "Sampai sekarang mereka yang dulu jadi kurir dan pelanggan saya masih sering datang ke rumah. Nawarin barang (narkoba), bahkan gratis," ungkapnya. Padahal, kata SL, dirinya sudah berhenti sejak 2007. Di puncak masa candunya, SL mengaku seperti gila. Sering senyum dan bicara sendiri.

"Pokoknya hampir gila kena narkoba. Dari jadi pemakai, kurir, sampai bandar," katanya.
Sampai saat ini SL mengaku bersalah karena teman-teman yang dulu menjadi pengedar narkobanya masih bergelut dengan barang haram tersebut, bahkan di antaranya menjadi bandar.

"Saya kan pernah coba semuanya, mulai dari ganja, putaw, inex, sabu-sabu," ujarnya.
Sebagai bentuk penyesalan, lanjut dia, coba mengajak beberapa rekannya yang dulu pernah ia ajak mengedarkan narkoba untuk melakukan rehabilitasi di pondok.
"Saya bujuk mereka sampai akhirnya ada dua orang yang mau ikut," ujarnya yang diiyakan Habib Abdul Wahid selaku pimpinan Pondok Al-Barokah.
Karena narkoba, rumah tangga SL juga hancur, sang istri menceraikannya. Perlahan ia bangkit, bahkan jauh lebih baik.
"Saya sudah nikah lagi, sudah punya anak. Usaha dagang saya juga lancar, alhamdulillah istri juga tidak mempermasalahkan masa lalu saya," ungkapnya.
 
Berbeda dengan SL, AR yang telah menjadi pemakai dan bandar narkoba selama 15 tahun mengawali taubatnya saat mencari rokok dan makan.

"Setelah terjerumus narkoba di Jakarta dan pulang ke Balikpapan, saya makin banyak pakai dan mengedarkan bermacam narkoba," ujar laki-laki yang mengonsumsi narkoba sejak usia 19 tahun ini.
Selama tinggal di kawasan Manggar, warga yang tahu kelakuan buruknya tersebut memperlakukannya seperti penjahat. Apalagi ketika itu AR tidak memiliki pekerjaan, selain menjual narkoba. Perlahan ia mulai melepaskan diri, tak lagi menjadi bandar, meski tetap tak bisa mudah lepas dari narkoba.
"Itu kan masih pakai narkoba tapi gak punya uang. Akhirnya saya datang ke pondok ini, pura-puranya mau ikut zikir. Padahal cari rokok dan makan," katanya sambil tertawa kecil.
Setelah sempat keluar masuk pesantren, akhirnya AR mendapat hidayah. Habib terus melakukan pendekatan agar mau bertaubat. "Ada tiga tahun juga sampai akhirnya dia (AR) bisa lepas dari narkoba," ujar Habib.

Selain terbebas dari narkoba, AR terbilang sukses dalam pekerjaannya. Beberapa tahun lalu ia diajak saudaranya untuk bekerja di sebuah perusahaan konstruksi asal Jepang di Balikpapan. Namun setelah menyelesaikan tugas itu, pihak pimpinan perusahaan tersebut kembali memanggilnya untuk menjadi supervisor.

"Awalnya diajak saudara. Tapi setelah itu pimpinannya langsung manggil saya, minta saya jadi supervisor," katanya.
Sekitar dua tahun lalu, AR pun dikirim selama satu tahun ke Afrika Selatan untuk mengerjakan proyek konstruksi.
"Di Afrika saya satu tahun, bangun konstruksi juga, dikirim sama perusahaan ke sana. Agar tidak terjerumus lagi ke narkoba, selama di sana saya tetap komunikasi dengan Habib, jadi merasa termotivasi dan terpantau," ungkapnya.
Habib mengatakan, AR mulai bergabung tahun 2002 dan ikut membangun pondok hingga menjadi tempat rehabilitasi narkoba pada 2004.
"Dia juga yang membangun pondok ini sampai seperti ini. Dulu kan pondok biasa, kecil, dan kita sempat pindah-pindah. Jadi pagar dan beberapa bangunan ini dia (AR) yang bangun, sekarang sudah sukses dia berkerja," kata Habib.

Sementara itu WT, pria asal Samarinda yang pernah menjadi pemakai dan bandar selama 18 tahun mengisahkan, awalnya sempat over dosis (OD) hingga koma selama tiga hari.
"Selama 18 tahun terjerumus narkoba hidup jadi sia-sia. Jauh dari keluarga, jauh dari teman, barang-barang habis, termasuk jodoh," ujar laki-laki kelahiran 34 tahun lalu itu.
Ketika itu, kata WT, mendapat uang yang lumayan banyak. Kemudian langsung menghabiskannya untuk membeli berbagai macam narkoba lebih dari biasanya. Akhirnya ia tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.
"Lagi ada duit banyak, saya campur banyak, apa saja. Tiba-tiba nggak sadar, di rumah sakit," katanya sambil menunjukkan rekaman video saat di rumah sakit.
Dalam video dan foto tersebut, tampak WT tak sadarkan diri. Selang infus terpasang di tangan dan hidung. "Kakak saya yang ambil rekaman ini," katanya.
Alasan lain yang menguatkan dirinya meninggalkan narkoba, lanjut WT, adalah keluarga. "Pas sadar, saya lihat keluarga kumpul, dan ada yang menangis," ungkapnya. (yns/m10/dep)


 

No comments:

Post a Comment